Kami segenap Keluarga Besar Harus Suroto dan Keluarga, mengucapkan "Mohon Maaf Lahir dan Batin" Minal Aidin wal Faidzin...
Rabu, 23 Juli 2014
Jumat, 11 April 2014
TAFAKUR
Arti Tafakur dan meditasi
Tafakur adalah suatu perenungan dengan melihat, menganalisa, meyakini secara
pasti untuk mendapatkan keyakinan terhadap segala sesuatu yang berhubungan
dengan Allah. Banyak hal dari Allahyang harus ditelaah, dianalisa hingga akal pikiran
yakin dan perasaan menerima, seperti sifat sifat Allah, nama nama Allah,
ciptaan ciptaan Allah semua akan membawa kepada percaya adanya Allah. Tuhannya
Islam bernama Allah dengan memiliki 99 nama lainnya, Allah mempunyai sifat yang
spesifik, mempunyai ciptaan, mempunyai dzat Ketuhanan. Tafakur dalam Islam akan
meningkatkan tauhid, keyakinan dan kepercayaan kepada Allah berdasarkan akal
pikiran dan perasaan atau hati.
Selain untuk mendekatkan diri kepada Allah, Tafakur juga dapat digunakan untuk setiap saat melihat, memperhatikan perilaku, sifat, kejadian, masalah yang setiap saat muncul selama manusia – umat Islam menjalani kehidupan.
Selain untuk mendekatkan diri kepada Allah, Tafakur juga dapat digunakan untuk setiap saat melihat, memperhatikan perilaku, sifat, kejadian, masalah yang setiap saat muncul selama manusia – umat Islam menjalani kehidupan.
Dalam menjalani kehidupan harus selalu diwaspadai, akan terjadi hal-hal baru yang baik atau buruk, menguntungkan dan atau merugikan. Semua ini ada yang dapat diatasi dan diatur, ada yang tidak, terjadi secara spontan menurutkan kehendak Allah Subhanahu Wa Taala, ada yang dapat diterima dan lebih sering tidak dapat diterima.
Tafakur dapat di bagi menjadi 3 golongon, yaitu:
1. - Tafakur Kepada Allah SWT.
2. - Tafakur Kepada Nabiyullah Muhammad Rasulullah
SAW.
3. - Tafakur Kepada Diri Sendiri
Selasa, 08 Oktober 2013
BERDOA DENGAN ASMAUL HUSNA
وَلِلّهِ الأَسْمَاء الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا
"Hanya milik Allah asmaulhusna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaaul Husna itu." (QS. Al-A'raf: 180)
Namun maksudnya bukan
kita disuruh berdoa dengan menyebut semua nama ini secara keseluruhan.
Karena Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah berdoa kepada Allah
dengan Asmaul Husna tanpa menyebutnya secara keseluruhan. Dan
sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk beliau Shallallahu 'Alaihi
Wasallam.
Cara berdoa dengan Asmaul Husna ada dua macam: Pertama, menyebutnya sebelum menyebutkan permohonan sebagai tawassul (menjadikannya penghantar atau sarana ) kepada Allah, seperti:
يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ، يِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ
"‘Wahai Dzat Yang Mahahidup lagi Maha Berdiri dengan sendiri-Nya, dengan rahmat-Mu aku mohon pertolongan. . ."
اَللَّهُمَّ يَا غَفُوْرٌ اِغْفِرْ لِيْ، يَا رَحِيْمٌ اِرْحَمْنِيْ
"Ya Allah, Wahai Dzat Mahapengampun ampunilah aku, Wahai Dzat Mahapenyayang rahmatilah aku." Dan semisalnya.
Kedua, menyebutnya di penghujung doa sebagai penutupnya. Misalnya: "Ya Allah anugerahkan kepada kami rizki yang halal dan cukup, sesungguhnya engkah Adalah al-Razzaq (pemberi rizki)."
"Ya Allah, ampuni dan rahmati aku, sesungguhnya Engkau Al-Ghafurur Rahim (Mahapengampun lagi Mahapenyayang)."
Contoh lainnya seperti firman Allah:
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)." (QS. Ali Imran:
Contoh lainnya dari hadits adalah doa yang diajarkan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam kepada Abu Bakar al-Shiddiq:
اللَّهُمَّ إنِّي ظَلَمْت نَفْسِي ظُلْمًا كَثِيرًا ، وَلَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إلَّا أَنْتَ ، فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِك وَارْحَمْنِي ، إنَّك أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
"Ya Allah, Sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri dengan kezaliman yang banyak. Tidak ada yang bisa mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Maka ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu dan rahmati aku. Sesungguhnya Engkau Dzat Maha pengampun lagi Penyayang." (Muttafaq 'Alaih)
Bertawassul dengan nama Allah dalam doa bisa dalam bentuk umum atau bentuk khusus yang sesuai isi permintaan –seperti disebutkan dalam contoh di atas-. Bentuk umum, maksudnya dengan menyebut nama Allah secara umum, contohnya:
اللَّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وَابْنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِي بِيَدِكَ مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ أَوْ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي وَنُورَ صَدْرِي وَجِلَاءَ حُزْنِي وَذَهَابَ هَمِّي
"Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba laki-laki-Mu, dan anak hamba perempuan-Mu. Ubun-ubunku berada di tangan-Mu. Hukum-Mu berlaku pada diriku. Ketetapan-Mu adil atas diriku. Aku memohon kepada-Mu dengan segala nama yang menjadi milik-Mu, yang Engkau namakan diri-Mu dengannya, atau Engkau turunkan dalam Kitab-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada seorang dari makhluk-Mu, atau yang Engkau rahasiakan dalam ilmu ghaib yang ada di sisi-Mu, agar Engkau jadikan Al-Qur'an sebagai penyejuk hatiku, cahaya bagi dadaku dan pelipur kesedihanku serta pelenyap bagi kegelisahanku." (HR. Ahmad dan lainnya)
Dalam doa di atas seseorang berdoa dengan menyebut nama Allah secara umum,
Cara berdoa dengan Asmaul Husna ada dua macam: Pertama, menyebutnya sebelum menyebutkan permohonan sebagai tawassul (menjadikannya penghantar atau sarana ) kepada Allah, seperti:
يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ، يِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ
"‘Wahai Dzat Yang Mahahidup lagi Maha Berdiri dengan sendiri-Nya, dengan rahmat-Mu aku mohon pertolongan. . ."
اَللَّهُمَّ يَا غَفُوْرٌ اِغْفِرْ لِيْ، يَا رَحِيْمٌ اِرْحَمْنِيْ
"Ya Allah, Wahai Dzat Mahapengampun ampunilah aku, Wahai Dzat Mahapenyayang rahmatilah aku." Dan semisalnya.
Kedua, menyebutnya di penghujung doa sebagai penutupnya. Misalnya: "Ya Allah anugerahkan kepada kami rizki yang halal dan cukup, sesungguhnya engkah Adalah al-Razzaq (pemberi rizki)."
"Ya Allah, ampuni dan rahmati aku, sesungguhnya Engkau Al-Ghafurur Rahim (Mahapengampun lagi Mahapenyayang)."
Contoh lainnya seperti firman Allah:
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)." (QS. Ali Imran:
Contoh lainnya dari hadits adalah doa yang diajarkan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam kepada Abu Bakar al-Shiddiq:
اللَّهُمَّ إنِّي ظَلَمْت نَفْسِي ظُلْمًا كَثِيرًا ، وَلَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إلَّا أَنْتَ ، فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِك وَارْحَمْنِي ، إنَّك أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
"Ya Allah, Sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri dengan kezaliman yang banyak. Tidak ada yang bisa mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Maka ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu dan rahmati aku. Sesungguhnya Engkau Dzat Maha pengampun lagi Penyayang." (Muttafaq 'Alaih)
Bertawassul dengan nama Allah dalam doa bisa dalam bentuk umum atau bentuk khusus yang sesuai isi permintaan –seperti disebutkan dalam contoh di atas-. Bentuk umum, maksudnya dengan menyebut nama Allah secara umum, contohnya:
اللَّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وَابْنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِي بِيَدِكَ مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ أَوْ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي وَنُورَ صَدْرِي وَجِلَاءَ حُزْنِي وَذَهَابَ هَمِّي
"Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba laki-laki-Mu, dan anak hamba perempuan-Mu. Ubun-ubunku berada di tangan-Mu. Hukum-Mu berlaku pada diriku. Ketetapan-Mu adil atas diriku. Aku memohon kepada-Mu dengan segala nama yang menjadi milik-Mu, yang Engkau namakan diri-Mu dengannya, atau Engkau turunkan dalam Kitab-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada seorang dari makhluk-Mu, atau yang Engkau rahasiakan dalam ilmu ghaib yang ada di sisi-Mu, agar Engkau jadikan Al-Qur'an sebagai penyejuk hatiku, cahaya bagi dadaku dan pelipur kesedihanku serta pelenyap bagi kegelisahanku." (HR. Ahmad dan lainnya)
Dalam doa di atas seseorang berdoa dengan menyebut nama Allah secara umum,
أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ
بِهِ نَفْسَكَ
(Aku memohon kepada-Mu dengan segala nama yang menjadi
milik-Mu, yang Engkau namakan diri-Mu dengannya), tanpa menyebutkan
rinciannya.
Sumber : Yusuf Mansyur Network on Facebook
Senin, 07 Oktober 2013
KEPEMIMPINAN SETELAH NABI MUHAMMAD SAW DAN KHULAFAURRASIDYN
Dari Aus yang berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda:
«إِنِّي لاَ أَخَافُ عَلىَ أُمَّتيِ إِلاَّ الأَئِمَّةَ المُضَلِّينَ»
“Aku
tidak khawatir terhadap kehidupan umatku, kecuali yg ku khawatirkan
para pemimpin menyelewengkan kitabullah wa Sunnaturrasul.” (HR. Ibnu
Hibban). Sufyan as-Tsauri menggambarkan mereka dengan mengatakan:
“Tidaklah kalian menjumpai para pemimpin menyimpang, kecuali kalian
akan sampai pada ruang dan waktu yg hanya bisa mengingkari mereka
dengan hati, sehingga perilaku perbuatan kalian bathil.” :
Dari Jabir bin Abdillah bahwa Rasulullah Saw berkata kepada Ka’ab bin Ajzah:
«أَعَاذَكَ اللهَ مِنْ إمَارَةِ السُّفَهَاءِ »
“Aku
memohon perlindungan menurut ajaran Allah dari kepemimpinan
orang-orang bodoh.” (HR. Ahmad). Dalam hadits riwayat Ahmad dikatakan
bahwa pemimpin bodoh adalah pemimpin yang tidak mengikuti .
Dari Ubadah bin Shamit berkata bahwa Rasulullah Saw berpetunjuk Alquran menurut sunnah Rasulullah Saw. .
«سَيَكُونُ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءُ يَأْمُرُونَكُمْ بِمَا لاَ تَعْرِفُونَ وَيَفْعَلُونَ مَا تُنْكِرُونَ فَلَيْسَ لاِؤلَئِكَ عَلَيْكُمْ طَاعَةٌ»
“Kalian akan dipimpin oleh para pemimpin yang memerintah kalian dengan management yang kalian tidak mengenal, management yg benar. Sebaliknya, mereka melakukan apa yang kalian berlaku negatif terhadapnya. Sehingga terhadap management mereka ini tidak ada kewajiban bagi kalian untuk mentaatinya.” (HR. Ibnu Abi Syaibah)
Dari Abu Hisyam as-Silmi berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda:
Dari Ubadah bin Shamit berkata bahwa Rasulullah Saw berpetunjuk Alquran menurut sunnah Rasulullah Saw. .
«سَيَكُونُ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءُ يَأْمُرُونَكُمْ بِمَا لاَ تَعْرِفُونَ وَيَفْعَلُونَ مَا تُنْكِرُونَ فَلَيْسَ لاِؤلَئِكَ عَلَيْكُمْ طَاعَةٌ»
“Kalian akan dipimpin oleh para pemimpin yang memerintah kalian dengan management yang kalian tidak mengenal, management yg benar. Sebaliknya, mereka melakukan apa yang kalian berlaku negatif terhadapnya. Sehingga terhadap management mereka ini tidak ada kewajiban bagi kalian untuk mentaatinya.” (HR. Ibnu Abi Syaibah)
Dari Abu Hisyam as-Silmi berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda:
«سَيَكُونُ عَلَيْكُمْ أَئِمَّةٌ يَمْلِكُوْنَ رِقَابَكُمْ وَيُحَدِّثُوْنَكُمْ فَيَكْذِبُونَ، وَيَعْمَلُوْنَ فَيُسِيؤُونَ، لا يَرْضَوْنَ مِنْكُمْ حَتَّى تُحَسِّنُوا قَبِيْحَهُمْ وَتُصَدِّقُوْا كَذِبَهُمْ، اعْطُوْهُمُ الحَقَّ مَا رَضُوا بِهِ»
“Kalian akan dipimpin oleh para pemimpin
yang mengancam kehidupan kalian. Mereka berbicara (benjanji) kepada
kalian, kemudian mereka mengingkari (janjinya). Mereka melakukan
pekerjaan, lalu pekerjaan mereka itu sangat jahat. Mereka tidak senang
dengan kalian hingga kalian menilai baik (memuji) kejahatan mereka,
hingga kalian mengikuti kebohongan mereka, serta kalian memberi pada
mereka yg haq yang mereka senangi.” (HR. Thabrani).
Dari Abu Hurairah ra yang berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda:
Dari Abu Hurairah ra yang berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda:
« يَكُونُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ أُمَرَاءُ ظَلَمَةٌ، وَوُزَرَاءُ فَسَقَةٌ، وَقُضَاةٌ خَوَنَةٌ، وَفُقَهَاءُ كَذَبَةٌ، فَمَنْ أَدْرَكَ مِنْكُمْ ذَلِكَ الزَّمَنَ فَلا يَكُونَنَّ لَهُمْ جَابِيًا وَلا عَرِيفًا وَلا شُرْطِيًّا»
“Akan ada di akhir zaman para penguasa sewenang-wenang,
para pembantu (pejabat pemerintah setingkat menteri )perusak kehidupan,
para hakim pengkhianat, dan para ahli fiqih (ahli kitab islamisme )=
(fuqaha’) pengaduk2 konsep Alquranu wa sunnaturrasul. Sehingga, siapa
saja di antara kalian yang mendapati zaman itu, maka sungguh kalian
jangan menjadi pengumpul pajak, pemimpin, dan polisi.” (HR. Thabrani).
Rasulullah Saw bersabda:
«إِنَّ شَرَّ الوُلاَةِ الحُطَمَةُ»
Rasulullah Saw bersabda:
«إِنَّ شَرَّ الوُلاَةِ الحُطَمَةُ»
“Sesungguhnya seburuk-buruknya para penguasa adalah penguasa al-huthamah.” (HR. Al-Bazzar).
Dari Abu Layla al-Asy’ari bahwa Rasulullah Saw bersabda:
«وسَيَلي أُمَرَاءُ إنْ اسْتُرْحِمُوا لَمْ يَرْحَمُوا، وإنْ سُئِلُوا الحَقَّ لَمْ يُعْطُوا، وإِنْ أُمِرُوا بالمَعْرُوفِ أَنْكَرُوا، وسَتَخَافُوْنَهُمْ وَيَتَفَرَّقَ مَلأُكُمْ حَتى لاَ يَحْمِلُوكُمْ عَلى شَيءٍ إِلاَّ احْتُمِلْتُمْ عَلَيْهِ طَوْعاً وَكَرْهاً، ادْنَى الحَقِّ أَنْ لاَ تٌّاخُذُوا لَهُمْ عَطَاءً ولا تَحْضُروا لَهُمْ في المًّلاَ»
“Dan berikutnya adalah para pemimpin jika mereka diminta untuk mengasihani (rakyat), mereka tidak mengasihani; jika mereka diminta untuk menunaikan hak (rakyat), mereka tidak memberikannya; dan jika mereka disuruh berlaku baik (adil), mereka menolak. Mereka akan membuat hidup kalian dalam ketakutan; dan memecah-belah tokoh-tokoh kalian. Sehingga mereka tidak membebani kalian dengan suatu beban, kecuali mereka membebani kalian dengan paksa, baik kalian suka atau tidak. Serendah-rendahnya hak kalian, adalah kalian tidak mengambil pemberian mereka, dan kalian tidak menghadiri pertemuan mereka.” (HR. Thabrani).
Dari Ma’qil bin Yasar bahwa Rasulullah Saw bersabda:
«صِنْفَانِ مِنْ أُمَّتِي لَنْ تَنَالَهُمَا شَفَاعَتِي: إِمَامٌ ظَلُومٌ، وَكُلُّ غَالٍ مَارِقٍ»
“Dua golongan umatku yang keduanya tidak akan pernah mendapatkan syafa’atku: pemimpin yang bertindak zhulumad menurut Sunnah syayathiin, dan yang keterlaluan dalam.” (HR. Thabrani).
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ قُدَامَةَ الْجُمَحِيُّ عَنْ إِسْحَقَ بْنِ أَبِي الْفُرَاتِ عَنْ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ
"Akan datang kepada masyarakat tahun-tahun yang penuh tipuan. Pada tahun-tahun itu pembohong dipandang benar, yang benar dianggap bohong; pada tahun-tahun tersebut pengkhianat diberi amanat, sedangkan orang yang amanah dianggap pengkhianat. Pada saat itu yang berbicara adalah ruwaibidhah.” Lalu ada sahabat bertanya, “Apakah ruwaibidhah itu?” Rasulullah menjawab, “Orang bodoh yang berbicara/mengurusi urusan umum/publik.” (Dalam riwayat lain disebutkan, ruwaibidhah itu adalah “ perusak hidup yang berbicara/mengurusi urusan umum/publik” dan “al-umara [pemerintah] fasik yang berbicara/mengurusi urusan umum/publik”) (HR Ahmad, Ibnu Majah, Abu Ya’la dan al-Bazzar).
Dari Abu Layla al-Asy’ari bahwa Rasulullah Saw bersabda:
«وسَيَلي أُمَرَاءُ إنْ اسْتُرْحِمُوا لَمْ يَرْحَمُوا، وإنْ سُئِلُوا الحَقَّ لَمْ يُعْطُوا، وإِنْ أُمِرُوا بالمَعْرُوفِ أَنْكَرُوا، وسَتَخَافُوْنَهُمْ وَيَتَفَرَّقَ مَلأُكُمْ حَتى لاَ يَحْمِلُوكُمْ عَلى شَيءٍ إِلاَّ احْتُمِلْتُمْ عَلَيْهِ طَوْعاً وَكَرْهاً، ادْنَى الحَقِّ أَنْ لاَ تٌّاخُذُوا لَهُمْ عَطَاءً ولا تَحْضُروا لَهُمْ في المًّلاَ»
“Dan berikutnya adalah para pemimpin jika mereka diminta untuk mengasihani (rakyat), mereka tidak mengasihani; jika mereka diminta untuk menunaikan hak (rakyat), mereka tidak memberikannya; dan jika mereka disuruh berlaku baik (adil), mereka menolak. Mereka akan membuat hidup kalian dalam ketakutan; dan memecah-belah tokoh-tokoh kalian. Sehingga mereka tidak membebani kalian dengan suatu beban, kecuali mereka membebani kalian dengan paksa, baik kalian suka atau tidak. Serendah-rendahnya hak kalian, adalah kalian tidak mengambil pemberian mereka, dan kalian tidak menghadiri pertemuan mereka.” (HR. Thabrani).
Dari Ma’qil bin Yasar bahwa Rasulullah Saw bersabda:
«صِنْفَانِ مِنْ أُمَّتِي لَنْ تَنَالَهُمَا شَفَاعَتِي: إِمَامٌ ظَلُومٌ، وَكُلُّ غَالٍ مَارِقٍ»
“Dua golongan umatku yang keduanya tidak akan pernah mendapatkan syafa’atku: pemimpin yang bertindak zhulumad menurut Sunnah syayathiin, dan yang keterlaluan dalam.” (HR. Thabrani).
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ قُدَامَةَ الْجُمَحِيُّ عَنْ إِسْحَقَ بْنِ أَبِي الْفُرَاتِ عَنْ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ
"Akan datang kepada masyarakat tahun-tahun yang penuh tipuan. Pada tahun-tahun itu pembohong dipandang benar, yang benar dianggap bohong; pada tahun-tahun tersebut pengkhianat diberi amanat, sedangkan orang yang amanah dianggap pengkhianat. Pada saat itu yang berbicara adalah ruwaibidhah.” Lalu ada sahabat bertanya, “Apakah ruwaibidhah itu?” Rasulullah menjawab, “Orang bodoh yang berbicara/mengurusi urusan umum/publik.” (Dalam riwayat lain disebutkan, ruwaibidhah itu adalah “ perusak hidup yang berbicara/mengurusi urusan umum/publik” dan “al-umara [pemerintah] fasik yang berbicara/mengurusi urusan umum/publik”) (HR Ahmad, Ibnu Majah, Abu Ya’la dan al-Bazzar).
( HADITS ) MENYEMBELIH HEWAN QURBAN
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا
“Barangsiapa yang memiliki kelapangan, sedangkan ia tidak berkurban,
janganlah dekat-dekat musholla kami.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan
al-Hakim, namun hadits ini mauquf)
Tingginya kedudukan sunnah
ini sehingga Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak pernah
meninggalkannya setelah disayariatkannya. Yakni selama sepuluh tahun
sesudah beliau tinggal di Madinah.
Dari Ibnu Umar Radhiyallaahu 'Anhuma, berkata:
أَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمَدِينَةِ عَشْرَ سِنِينَ يُضَحِّي
“Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam selama sepuluh tahun tinggal
di Madinah, beliau selalu menyembelih kurban.” (HR. Ahmad dan
al-Tirmidzi, sanadnya hasan)
Dari sikap beliau ini sebagian
ulama mengistimbatkan bahwa hukum berkurban itu wajib. Namun menurut
penulis Tuhfah al-Ahwadzi, “Hanya semata Muwadhabah (senantiasa)-nya
Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengerjakanya tidak lantas menjadi dalil
wajibnya.” Ini sesuai judul bab yang dibuat Imam al-Tirmidzi, “Bab:
Dalil bahwa berkorban adalah sunnah.”
Imam Al-Tirmidzi
menguatkan pendapatnya dalam bab yang disusunnya di atas dengan hadits
dari Jabalah bin Suhaim, ada seseorang yang bertanya kepada Ibnu Umar
tentang udhiyah (berkurban), apakah ia wajib? Kemudian beliau menjawab:
ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْمُسْلِمُونَ
“Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan kaum muslimin (para sahabatnya) berkurban.“
Terlepas dari perpedaan pendapat ulama tentang wajib atau sunnahnya,
jelasnya bahwa berkurban ini sunnah yang sangat agung. Siapa yang
memiliki kemampuan kemudian dia berkurban maka ini keputusan yang paling
tepat.
Sumber : Yusuf Mansyur Network on Facebook.
Langganan:
Postingan (Atom)