SEGENAP KELUARGA BESAR HARIS SUROTO SGL Mengucapkan * SELAMAT TAHUN BARU ISLAM 1440 HIJRIAH - TAQOBALALLAHU MINNA WAMINKUM SIAMANNA WASIAMAKUM - MINAL AIDIN WAL FAIDZIN - Mohon Maaf Lahir dan Batin *

Selasa, 08 Oktober 2013

BERDOA DENGAN ASMAUL HUSNA

Bunyi ayat yang menyuruh untuk berdoa dengan menyebut asmaul Husna adalah:

وَلِلّهِ الأَسْمَاء الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا

"Hanya milik Allah asmaulhusna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaaul Husna itu." (QS. Al-A'raf: 180)


Namun maksudnya bukan kita disuruh berdoa dengan menyebut semua nama ini secara keseluruhan. Karena Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah berdoa kepada Allah dengan Asmaul Husna tanpa menyebutnya secara keseluruhan. Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam.

Cara berdoa dengan Asmaul Husna ada dua macam: Pertama, menyebutnya sebelum menyebutkan permohonan sebagai tawassul (menjadikannya penghantar atau sarana ) kepada Allah, seperti:

يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ، يِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ

"‘Wahai Dzat Yang Mahahidup lagi Maha Berdiri dengan sendiri-Nya, dengan rahmat-Mu aku mohon pertolongan. . ."

اَللَّهُمَّ يَا غَفُوْرٌ اِغْفِرْ لِيْ، يَا رَحِيْمٌ اِرْحَمْنِيْ

"Ya Allah, Wahai Dzat Mahapengampun ampunilah aku, Wahai Dzat Mahapenyayang rahmatilah aku." Dan semisalnya.

Kedua, menyebutnya di penghujung doa sebagai penutupnya. Misalnya: "Ya Allah anugerahkan kepada kami rizki yang halal dan cukup, sesungguhnya engkah Adalah al-Razzaq (pemberi rizki)."

"Ya Allah, ampuni dan rahmati aku, sesungguhnya Engkau Al-Ghafurur Rahim (Mahapengampun lagi Mahapenyayang)."

Contoh lainnya seperti firman Allah:

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)." (QS. Ali Imran:

Contoh lainnya dari hadits adalah doa yang diajarkan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam kepada Abu Bakar al-Shiddiq:

اللَّهُمَّ إنِّي ظَلَمْت نَفْسِي ظُلْمًا كَثِيرًا ، وَلَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إلَّا أَنْتَ ، فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِك وَارْحَمْنِي ، إنَّك أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

"Ya Allah, Sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri dengan kezaliman yang banyak. Tidak ada yang bisa mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Maka ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu dan rahmati aku. Sesungguhnya Engkau Dzat Maha pengampun lagi Penyayang." (Muttafaq 'Alaih)

Bertawassul dengan nama Allah dalam doa bisa dalam bentuk umum atau bentuk khusus yang sesuai isi permintaan –seperti disebutkan dalam contoh di atas-. Bentuk umum, maksudnya dengan menyebut nama Allah secara umum, contohnya:

اللَّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وَابْنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِي بِيَدِكَ مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ أَوْ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي وَنُورَ صَدْرِي وَجِلَاءَ حُزْنِي وَذَهَابَ هَمِّي

"Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba laki-laki-Mu, dan anak hamba perempuan-Mu. Ubun-ubunku berada di tangan-Mu. Hukum-Mu berlaku pada diriku. Ketetapan-Mu adil atas diriku. Aku memohon kepada-Mu dengan segala nama yang menjadi milik-Mu, yang Engkau namakan diri-Mu dengannya, atau Engkau turunkan dalam Kitab-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada seorang dari makhluk-Mu, atau yang Engkau rahasiakan dalam ilmu ghaib yang ada di sisi-Mu, agar Engkau jadikan Al-Qur'an sebagai penyejuk hatiku, cahaya bagi dadaku dan pelipur kesedihanku serta pelenyap bagi kegelisahanku." (HR. Ahmad dan lainnya)

Dalam doa di atas seseorang berdoa dengan menyebut nama Allah secara umum,
 أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ 
(Aku memohon kepada-Mu dengan segala nama yang menjadi milik-Mu, yang Engkau namakan diri-Mu dengannya), tanpa menyebutkan rinciannya.

Sumber : Yusuf Mansyur Network on Facebook

Senin, 07 Oktober 2013

KEPEMIMPINAN SETELAH NABI MUHAMMAD SAW DAN KHULAFAURRASIDYN

Dari Aus yang berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda:

«إِنِّي لاَ أَخَافُ عَلىَ أُمَّتيِ إِلاَّ الأَئِمَّةَ المُضَلِّينَ»
 
Aku tidak khawatir terhadap kehidupan umatku, kecuali yg ku khawatirkan para pemimpin menyelewengkan kitabullah wa Sunnaturrasul.” (HR. Ibnu Hibban). Sufyan as-Tsauri menggambarkan mereka dengan mengatakan: “Tidaklah kalian menjumpai para pemimpin  menyimpang, kecuali kalian akan sampai pada  ruang dan waktu yg  hanya bisa mengingkari mereka dengan hati, sehingga perilaku perbuatan kalian bathil.” :

Dari Jabir bin Abdillah bahwa Rasulullah Saw berkata kepada Ka’ab bin Ajzah:

 «أَعَاذَكَ اللهَ مِنْ إمَارَةِ السُّفَهَاءِ »
 
Aku memohon perlindungan  menurut ajaran Allah dari kepemimpinan orang-orang bodoh.” (HR. Ahmad). Dalam hadits riwayat Ahmad dikatakan bahwa pemimpin bodoh adalah pemimpin yang tidak mengikuti .

Dari Ubadah bin Shamit berkata bahwa Rasulullah Saw berpetunjuk Alquran menurut  sunnah Rasulullah Saw. .

«سَيَكُونُ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءُ يَأْمُرُونَكُمْ بِمَا لاَ تَعْرِفُونَ وَيَفْعَلُونَ مَا تُنْكِرُونَ فَلَيْسَ لاِؤلَئِكَ عَلَيْكُمْ طَاعَةٌ»

Kalian akan dipimpin oleh para pemimpin yang memerintah kalian dengan management yang  kalian tidak mengenal,  management yg benar. Sebaliknya, mereka melakukan apa yang kalian berlaku negatif terhadapnya. Sehingga terhadap management mereka ini tidak ada kewajiban bagi kalian untuk mentaatinya.” (HR. Ibnu Abi Syaibah)

Dari Abu Hisyam as-Silmi berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda:

«سَيَكُونُ عَلَيْكُمْ أَئِمَّةٌ يَمْلِكُوْنَ رِقَابَكُمْ وَيُحَدِّثُوْنَكُمْ فَيَكْذِبُونَ، وَيَعْمَلُوْنَ فَيُسِيؤُونَ، لا يَرْضَوْنَ مِنْكُمْ حَتَّى تُحَسِّنُوا قَبِيْحَهُمْ وَتُصَدِّقُوْا كَذِبَهُمْ، اعْطُوْهُمُ الحَقَّ مَا رَضُوا بِهِ»
 
Kalian akan dipimpin oleh para pemimpin yang mengancam kehidupan kalian. Mereka berbicara (benjanji) kepada kalian, kemudian mereka mengingkari (janjinya). Mereka melakukan pekerjaan, lalu pekerjaan mereka itu sangat jahat. Mereka tidak senang dengan kalian hingga kalian menilai baik (memuji) kejahatan mereka, hingga kalian mengikuti kebohongan mereka, serta kalian memberi pada mereka yg haq yang mereka senangi.” (HR. Thabrani).

Dari Abu Hurairah ra yang berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda:

« يَكُونُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ أُمَرَاءُ ظَلَمَةٌ، وَوُزَرَاءُ فَسَقَةٌ، وَقُضَاةٌ خَوَنَةٌ، وَفُقَهَاءُ كَذَبَةٌ، فَمَنْ أَدْرَكَ مِنْكُمْ ذَلِكَ الزَّمَنَ فَلا يَكُونَنَّ لَهُمْ جَابِيًا وَلا عَرِيفًا وَلا شُرْطِيًّا»
 
Akan ada di akhir zaman para penguasa sewenang-wenang, para pembantu (pejabat pemerintah setingkat menteri )perusak kehidupan, para hakim pengkhianat, dan para ahli fiqih (ahli kitab islamisme )= (fuqaha’) pengaduk2 konsep Alquranu wa sunnaturrasul. Sehingga, siapa saja di antara kalian yang mendapati zaman itu, maka sungguh kalian jangan menjadi pengumpul pajak, pemimpin, dan polisi.” (HR. Thabrani).

Rasulullah Saw bersabda:

«إِنَّ شَرَّ الوُلاَةِ الحُطَمَةُ»
 
Sesungguhnya seburuk-buruknya para penguasa adalah penguasa al-huthamah.” (HR. Al-Bazzar).

Dari Abu Layla al-Asy’ari bahwa Rasulullah Saw bersabda:

«وسَيَلي أُمَرَاءُ إنْ اسْتُرْحِمُوا لَمْ يَرْحَمُوا، وإنْ سُئِلُوا الحَقَّ لَمْ يُعْطُوا، وإِنْ أُمِرُوا بالمَعْرُوفِ أَنْكَرُوا، وسَتَخَافُوْنَهُمْ وَيَتَفَرَّقَ مَلأُكُمْ حَتى لاَ يَحْمِلُوكُمْ عَلى شَيءٍ إِلاَّ احْتُمِلْتُمْ عَلَيْهِ طَوْعاً وَكَرْهاً، ادْنَى الحَقِّ أَنْ لاَ تٌّاخُذُوا لَهُمْ عَطَاءً ولا تَحْضُروا لَهُمْ في المًّلاَ»

Dan berikutnya adalah para pemimpin jika mereka diminta untuk mengasihani (rakyat), mereka tidak mengasihani; jika mereka diminta untuk menunaikan hak (rakyat), mereka tidak memberikannya; dan jika mereka disuruh berlaku baik (adil), mereka menolak. Mereka akan membuat hidup kalian dalam ketakutan; dan memecah-belah tokoh-tokoh kalian. Sehingga mereka tidak membebani kalian dengan suatu beban, kecuali mereka membebani kalian dengan paksa, baik kalian suka atau tidak. Serendah-rendahnya hak kalian, adalah kalian tidak mengambil pemberian mereka, dan  kalian tidak menghadiri pertemuan mereka.” (HR. Thabrani).

Dari Ma’qil bin Yasar bahwa Rasulullah Saw bersabda:

«صِنْفَانِ مِنْ أُمَّتِي لَنْ تَنَالَهُمَا شَفَاعَتِي: إِمَامٌ ظَلُومٌ، وَكُلُّ غَالٍ مَارِقٍ»

Dua golongan umatku yang keduanya tidak akan pernah mendapatkan syafa’atku: pemimpin yang bertindak  zhulumad menurut Sunnah syayathiin, dan yang keterlaluan dalam.” (HR. Thabrani).

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ قُدَامَةَ الْجُمَحِيُّ عَنْ إِسْحَقَ بْنِ أَبِي الْفُرَاتِ عَنْ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ

"Akan datang kepada masyarakat tahun-tahun yang penuh tipuan. Pada tahun-tahun itu pembohong dipandang benar, yang benar dianggap bohong; pada tahun-tahun tersebut pengkhianat diberi amanat, sedangkan orang yang amanah dianggap pengkhianat. Pada saat itu yang berbicara adalah ruwaibidhah.” Lalu ada sahabat bertanya, “Apakah ruwaibidhah itu?” Rasulullah menjawab, “Orang bodoh yang berbicara/mengurusi urusan umum/publik.” (Dalam riwayat lain disebutkan, ruwaibidhah itu adalah “ perusak hidup yang berbicara/mengurusi urusan umum/publik” dan “al-umara [pemerintah] fasik yang berbicara/mengurusi urusan umum/publik”) (HR Ahmad, Ibnu Majah, Abu Ya’la dan al-Bazzar).


( HADITS ) MENYEMBELIH HEWAN QURBAN

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا

“Barangsiapa yang memiliki kelapangan, sedangkan ia tidak berkurban, janganlah dekat-dekat musholla kami.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan al-Hakim, namun hadits ini mauquf)

Tingginya kedudukan sunnah ini sehingga Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak pernah meninggalkannya setelah disayariatkannya. Yakni selama sepuluh tahun sesudah beliau tinggal di Madinah.

Dari Ibnu Umar Radhiyallaahu 'Anhuma, berkata:

أَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمَدِينَةِ عَشْرَ سِنِينَ يُضَحِّي

“Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam selama sepuluh tahun tinggal di Madinah, beliau selalu menyembelih kurban.” (HR. Ahmad dan al-Tirmidzi, sanadnya hasan)

Dari sikap beliau ini sebagian ulama mengistimbatkan bahwa hukum berkurban itu wajib. Namun menurut penulis Tuhfah al-Ahwadzi, “Hanya semata Muwadhabah (senantiasa)-nya Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengerjakanya tidak lantas menjadi dalil wajibnya.” Ini sesuai judul bab yang dibuat Imam al-Tirmidzi, “Bab: Dalil bahwa berkorban adalah sunnah.”

Imam Al-Tirmidzi menguatkan pendapatnya dalam bab yang disusunnya di atas dengan hadits dari Jabalah bin Suhaim, ada seseorang yang bertanya kepada Ibnu Umar tentang udhiyah (berkurban), apakah ia wajib? Kemudian beliau menjawab:

ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْمُسْلِمُونَ

“Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan kaum muslimin (para sahabatnya) berkurban.“

Terlepas dari perpedaan pendapat ulama tentang wajib atau sunnahnya, jelasnya bahwa berkurban ini sunnah yang sangat agung. Siapa yang memiliki kemampuan kemudian dia berkurban maka ini keputusan yang paling tepat.
Sumber : Yusuf Mansyur Network on Facebook.

Senin, 30 September 2013

SEDEKAH YANG MISTERIUS DENGAN BALASAN SERIUS

Seorang pria muda (sebutlah ia bernama amir) mendengar hadits-hadits dan ayat tentang mulianya bersedekah di jalan Allah, betapa mulianya ber infaq dengan shadaqatussir (sedekah secara sembunyi-sembunyi), sebagaimana hadits Rasul saw : "Sedekah dengan sembunyi sembunyi memadamkan kemurkaan Allah" (HR Thabrani dg sanad Hasan).

Maka bangkitlah di hati Amir niat luhur untuk melakukannya, ia merasa telah banyak bermaksiat dan ia merasa ibadah-ibadahnya tak cukup untuk memadamkan kemurkaan Allah swt, dan iapun mulai mengumpulkan hartanya, setiap ia mendapat untung dari pekerjaannya selalu ia sisihkan untuk bersedekah secara sembunyi-sembunyi, siang malam ia terus berusaha dengan gigih mengumpulkan uang hingga setahun lamanya, terkumpullah sejumlah uang dinar emas yang cukup banyak jumlahnya.

Malam itu Amir menaruh seluruh uangnya itu dalam kantung besar, lalu ia berpakaian gelap dan penutup wajah hingga tak seorangpun mengenalinya, ia berjalan ditengah malam yang sunyi, tiba-tiba ia melihat seorang wanita yang tertidur di emper jalan, maka ia lemparkan kantong uangnya pada tubuh si wanita, si wanita pun kaget terbangun, dan hanya menyaksikan pria bercadar itu lari terbirit-birit. Amir membatin dalam hatinya : "ah? wanita itu pasti berharap isi kantung itu adalah makanan, namun MASYA ALLAH' SETUMPUK UANG DINAR"!!..wah.. dia pasti gembira dan mendoakanku..Puji syukur atas Mu Rabbi, aku lelah setahun mengumpulkan uang untuk hal ini.., semoga Engkau menjadikannya shadaqah rahasia yang kau terima..

Keesokan harinya heboh lah kampung itu dengan kabar bahwa seorang wanita pelacur mendapat sekantung uang dinar emas ketika sedang menunggu pelanggannya!, mendengar berita itu maka Amir terhenyak lemas.. ia membatin, " Subhanallah .. pelacur .. sedekahku yang kukumpulkan setahun ternyata ditelan pelacur!, ah.. sedekahku tak diterima oleh Allah.. hanya menjadi santapan wanita pezina dan penyebab orang berzina, naudzubillah!"

Amir muram dan sedih.. namun ia tetap penasaran, ingin agar sedekahnya diterima oleh Allah dan tak salah alamat, maka ia mengumpulkan lagi harta dengan lebih gigih lagi hingga setahun lamanya, setelah harta terkumpul ia membeli sebanyak-banyaknya perhiasan emas dan berlian, terkumpullah sekarung perhiasan beragam corak dan jenis.. ah.. ia puas memandang jerih payahnya.., iapun mengulangi perbuatannya, menggunakan penutup wajah dan membawa karung perhiasan itu ditengah malam.., tiba-tiba ia melihat seorang lelaki setengah baya yang sedang berjalan ditengah malam, wajahnya tampak kusut dan penuh kegundahan, maka si Amir pun melemparkan karung itu pada si lelaki dan berkata : "terimalah sedekahku..!", lalu iapun lari terbirit-birit, agar si lelaki itu tak mengenalinya.

Keesokan harinya kampung itu gempar, semalam ada seorang perampok yang ketiban rizki sekarung perhiasan dari lelaki misterius?, ah..ah.. Amir sangat lesu.. dua tahun sudah kukumpulkan uang dengan susah payah, tapi selalu salah alamat. Namun Amir masih juga penasaran.., ia kembali kumpulkan uang.. berlanjut hingga setahun, maka ia berbuat seperti tahun yang lalu lalu, menaruh uang dinar emasnya di kantung kulit, lalu berjalan ditengah malam.. ia melihat seorang tua renta yang berjalan tertatih tatih sendirian.. nah.. ini.. pasti tak salah alamat..gumam Amir.. iapun memberikan kantung Dinar Emasnya pada Kakek itu dan lari.

Keesokan harinya kampung itu gempar lagi, seorang Kakek yang menjadi orang terkaya di kampung itu mendapat sedekah sekantung emas dinar.. maka Amir pun roboh.. ia kapok.. berarti memang ia adalah pria busuk yang sedekahnya tak akan diterima oleh Allah, 3 tahun ia berjuang namun Allah menghendaki lain.., Amir pun berdoa : "Rabbi ... kalau kau menerima sedekahku itu maka tunjukkanlah".

Zaman terus berlanjut tanpa terasa, puluhan tahun kemudian Amir sudah tua renta, di usia senjanya ia mendengar ada dua orang ulama adik kakak, keduanya menjadi ulama besar dan mempunyai murid ribuan, kedua Ulama itu anak yatim, ayah mereka wafat saat mereka masih kecil, lalu karena jatuh miskin maka ibunya akhirnya melacur untuk menghidupi anaknya, dalam suatu malam ibunya bermunajat pada Allah : "Ya Allah ya Rabbi, kuharamkan rizki yang haram untuk anak-anakku, malam ini berilah aku rizki Mu yang halal," lalu Ibu itu tertidur di emper jalan, lalu ada seorang misterius yang melemparkan sekantung uang dinar emas padanya, lelaki itu menutup wajahnya dengan cadar, maka sang Ibu gembira, bertobat, dan menyekolahkan anaknya dengan uang itu dan hingga kedua anaknya menjadi Ulama dan mempunyai murid ribuan banyaknya…

Airmata menetes membasahi kedua pipi Amir yang sudah tua renta, oh.. sedekah ku itu ternyata diterima Allah.. dan pahalanya dijaga Allah hingga berkesinambungan dengan anak-anak sipelacur yang menjadi ulama dengan uang sedekahnya, dan memiliki murid ribuan pula, Maha Suci Allah.. Dia tidak menyia-nyiakan jerih payahku.. namun apa nasibnya dengan sedekahku yang tahun kedua?, belum lama Amir membatin, datang pula kabar bahwa seorang Wali Allah baru saja wafat.., dia dulunya adalah perampok, suatu malam ia dilempari sekarung perhiasan oleh pria misterius, lalu ia bersyukur kepada Allah, beribadah dan beribadah, meninggalkan kehidupan duniawi, berpuasa dan bertahajjud, hingga menjadi orang yang Shalih dan Mulia, dan wafat sebagai dengan mencapai derajat Waliyullah (kekasih Allah) dan banyak pula orang yang bertobat ditangannya.

Amir semakin cerah wajahnya dan semakin kepada Allah, tak lama sampai pula kabar padanya bahwa telah dibangun sebuah rumah amal, yang selalu tak pernah sepi dikunjungi para pengemis, rumah amal itu selalu membagi-bagikan hartanya pada para Fuqara, rumah amal itu didirikan oleh seorang tua renta yang kaya raya di kampung itu, ia awalnya sangat kikir, namun suatu malam ia dihadiahi sekantung uang dinar emas oleh pria misterius, iapun dan bertobat, lalu menginfakkan seluruh hartanya untuk rumah amal.

Amir tak tahan menyungkur sujud kehadirat Allah swt, betapa luhurnya Dia Yang Maha Menjaga Amal nya yang tak berarti hingga berlipat-lipat dan berkesinambungan, ah.. Amir benar-benar telah mencapai cita-citanya.. yaitu sabda Rasul saw : "Sedekah secara sembunyi-sembunyi memadamkan kemurkaan Allah", dan ia mendapatkan pahala yang terus mengalir tanpa henti, bagai menaruh saham dengan keuntungan berjuta kali lipat setiap kejapnya, betapa tidak?, apalah artinya sekantung uang dinar emas dibanding pahala sujud orang yang bertobat?, sedangkan kita mendengar hadits Rasul saw :
"Dua raka'at Qabliyah Subuh lebih mulia dari dunia dan segala isinya" ...

Lalu bagaimana dengan pahala yang bertumpuk dari sebab amal sedekahnya yang tak berarti itu?, betapa beruntungnya si pria ini, dan betapa mulia derajatnya, dan merugilah mereka yang kikir dengan hartanya, yang merasa bahwa makan dan minumnya lebih berhak didahulukan daripada menjadikannya perantara yang mendekatkannya pada Keluhuran yang Abadi, ah.. semoga aku dan kalian dikelompokkan sebagai penanam saham untuk meneruskan tegaknya Dakwah Nabi Muhammad saw, amiin...

Sumber : Yusuf Mansyur Network on Facebook

Kamis, 26 September 2013

DOA FAKIR MISKIN SBG KEKUATAN ORANG KAYA, DAN KEJAYAAN UMAT



Rosulullah saw bersabda : "Barangkali orang yang rambutnya semrawut dan bajunya berdebu, serta selalu ditolak jika bertamu, jika ia bersumpah kepada Allah, niscaya Allah akan mengabulkannya"( HR Muslim )
Maksudnya adalah orang yang miskin yang tidak punya minyak rambut untuk merapikan rambutnya dan tidak punya baju banyak, sehingga kelihatannya lusuh serta tidak punya jabatan, sehingga sering diremehkan orang.

Tetapi orang miskin dan lemah ini tetap istiqomah dengan ajaran Islam, maka jika ia bersumpah kepada Allah, niscaya Alah akan mengabulkannya. Karena walaupun dia kelihatan hina di mata manusia, tetapi dia adalah makhluk Allah yang sangat mulia di sisi-Nya sehingga dipenuhi permintaannya.

Rosulullah saw bersabda : Saya pernah berdiri di pintu syurga, ternyata yang saya lihat bahwa kebanyakan penghuninya adalah orang-orang miskin, sedangkan orang-orang kaya tertahan (yaitu belum diperkenankan masuk syurga dahulu) ( HR Bukhari dan Muslim )

Hadist di atas mengisyaratkan bahwa orang-orang yang lemah dan miskin, biasanya lebih banyak mendekatkan diri kepada Allah swt daripada orang kaya, walaupun tidak secara mutlak.

Orang kaya gimana ?

Ya banyak juga yang masuk syurga cuma kalah jauh dengan jumlah fakir miskin, atau masih ketahan karena hartanya dihisab dulu.

Orang-orang yang lemah dan miskin , biasanya merasakan dirinya lemah dan memerlukan bantuan, sehingga selalu berdo'a dan mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Kaya dan Maha Kuasa. Sebaliknya orang-orang yang kuat dan kaya, biasanya terlena dengan kekuatan dan kekayaannya.

Kebanyakan orang kaya dia merasa tidak membutuhkan lagi pertolongan orang lain, sehingga lupa kepada Allah. Dia merasa tidak perlu berdoa, karena semuanya sudah serba kecukupan. Akhirnya dia semakin jauh dengan Allah

Kalangan Nabi-Nabi kebanyakan orang lemah dalam artian gak sebanding dengan Firaun, Abu Jahal, Kerajaan Romawi, Babilon Raja Namrudz, bukan ?
Dan akhirnya Allah SWT menolong mereka yang paling murni dan bersih pengharapannya, paling banyak mengeluh hanya kepada-Nya.

Orang-oang yang lemah dan miskin biasanya lebih cepat menerima kebenaran. Sebaliknya orang-orang yang kuat dan kaya biasanya menjadi penghalang dakwah dan menolak kebenaran. Allah SWT berfirman :

"Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negri seorang pemberi peringatanpun ,melainkan oang-orang yang hidup mewah dinegri itu berkata Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk menyampaikannya. Dan mereka berkata : Kami lebih banyak mempunyai harta dan anak- anak ( dari pada kamu ) dan kami sekali-laki tidak akan di adzab" (QS as Saba : 34-35)

Bagaimana kalau kita sebaiknya kaya atau Miskin ?

Menjadi kaya itu wajib, dan itu adalah amanah demi mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan demi meraih doanya orang Miskin yang harus dibantu, dan dibimbing.

Jika ditakdirkan miskin, percayalah gak akan selalu miskin bila mau mengkaji jalan-Jalan Islam demi meraih rizki yang halal. Semua solusinya selalu ada, hanya saja mereka yang miskin lebih mudah bersih hati dan tidak menghitung-hitung pengeluarannya. Bisa jadi miskin uang, namun keluarganya sakinah, kebutuhan ekonominya cukup dengan berkebun, bertani dsb seperti mereka yang hidup didaerah-daerah.

Pengajian Dhuafa, mereka lebih rajin hadirnya, lebih fokus, lebih khusyu cepat menghafal Doa, karena mereka tidak disibukkan dengan keduniaan yang berlebihan apalagi dikota besar. Pengajian Dhuafa sengaja dipedalaman agar lebih murni, dari hati dsb.

Orang Miskin itu lebih mulia dari orang kaya ? Gak selalu. Ada juga orang miskin yang cinta dunia.

Kok bisa? Ya bisa kalau dirinya selalu menghalalkan segala cara meraih rizki, selalu menghayal dan mengeluhkan nasibnya.

Orang- orang lemah dan miskin adalah salah satu sumber kekuatan Islam. Rosulullah saw bersabda : "Sesungguhnya kamu diberi kemenangan dan dilimpahkan rizqi karena adanya orang-orang lemah diantara kalian" ( Hr Bukhari , Tirmidzi dan Abu Daud )

Berkata Al Manawi : Maksud hadist diatas adalah bahwa salah satu unsur kemenangan kaum msulimin adalah dengan do'a orang-orang yang fakir miskin,karena hati mereka biasanya lembut dan peka ( inkisar ) , sehingga lebih memungkinkan untuk di kabulkan

Di dalam Kitab Syarh Sunnah di sebutkan bahwa Rosullah saw meminta kemenagan dengan bantuan orang-orang miskin dari orang-orang Muhajir.

Berkata Al Qori : Alasan disebutkan Muhajirin secara khusus karena mereka mempunyai beberapa sifat :

Mereka orang fakir miskin
Mereka orang yang asing ( musafir )
Mereka di dholimi ( karena di usir dari kampung halamannya )
Mereka orang yang berijthad
Mereka orang-orang mujahid yang berperang di jalan Allah

Sehingga doa mereka tentunya lebih mustajab dibanding dengan yang lainnya yang tidak mempunyai sifat- sifat di atas.

Di dalam Kitab Sunan Nasai disebutkan bahwa Rosulullah saw bersabda : Hanyasanya Allah Menolong umat ini karena ada orang-orang yang lemah di dalamnya , yaitu karena doa sholat serta keikhlasan mereka.

Berkata Mufasir Imam Ibnu Mundzir : Artinya bahwasanya ibadatnya orang-orang yang lemah dan doa mereka biasanya lebih ikhlas, karena hati mereka tidak tergantung kepada keindahan kehidupan dunia ini dan konsentrasi mereka hanya pada satu fokus saja ( yaitu akhirat) sehigga doa mereka mustajab dan amalan mereka bersih. Oleh karenanya, orang-orang beriman di perintahkan untuk bersama mereka, sebagaimana firman Allah di dalam ( Qs Al Kahfi : 28 ), dalam surat lain Allah berfirman : Adapun terhadap orang yatim , janganlah kamu berlaku sewenang- wenang . Dan terhadap orang yang minta- minta , maka janganlah kamu menghadirknya ( Ad Duha :9-10 )

Muhajirin Mekkah ke Madinah contohnya, mereka paling cepat ditolong Allah SWT meninggalkan semua harta, dan berkah bagi kaum Anshor sbg tuan rumah ketika itu.

Muhajirin meninggalkan harta, keluarga dimekkah demi memenuhi hijrah, di Madinah mereka jadi pembesar yang arif, menegakkan syariat Islam, menanamkan nilai Al Quran disegenap bidang kehidupan hingga mekkah pun bisa bersama dikuasai oleh Umat Islam dibawah Panji kepemimpinan Rosulullah SAW.

Mari berlindung kpd Allah dari negeri yang penuh kezaliman kepada orang miskin karena orang2 kaya yang korupsi.

Mari berlindung kpd Allah dari rakyat jelata yang dipermainkan golongan orang kaya.

Mari berlindung kpd Allah dari perpecahan dimana yang kaya tidak mengayomi rakyat kecil, kepada-Nyalah kita semua berlindung, dan memohon agar Allah SWT membukakan pintu hati kita dan mereka semua. Aamiin ( By : KH Ridwan Anshory, Plus Editor, Admin And Friend )

sumber : Yusuf Mansyur network on facebook

Rabu, 18 September 2013

MEMBAYAR HUTANG PUASA (QADHA’) SESEGERA MUNGKIN

1. Qadha’ (Penunaian, red) tidak wajib segera dilakukan
Ketahuilah wahai sauadaraku se-Islam -mudah-mudahan Allah memberikan pemahaman agama kepada kita- bahwasanya mengqdha’ puasa Ramadhan tidak wajib dilakukan segera, kewajibannya dengan jangka waktu yang luas berdasarkan satu riwayat dari Sayyidah Aisyah Radhiyallahu ‘anha (yang artinya) : “Aku punya hutang puasa Ramadhan dan tiak bisa mengqadha’nya kecuali di bulan Sya’ban” [Hadits Riwayat Bukhari 4/166, Muslim 1146, Dikatakan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Tamamul Minnah hal.422. setelah membawakan hadits lainnya yang diriwayatkan oleh Muslim bahwasanya beliau (yakni Aisyah) tidak mampu dan tidak dapat mengqadha' pada bulan sebelum Sya'ban, dan hal ini menunjukkan bahwa beliau kalaulah mampu niscaya dia tidak akan mengahhirkan qadha' (sampai pada ucapan Syaikh) maka menjadi tersamar atasnya bahwa ketidakmampuan Aisyah adalah merupakan udzur (alasan) Maka perhatikanlah, -pent]
Berkata Al-Hafidz di dalam Al-Fath 4/191 : “Dalam hadits ini sebagai dalil atas bolehnya mengakhirkan qadha’ Ramadhan secara mutlak, baik karena udzur ataupun tidak”.
Sudah diketahui dengan jelas bahwa bersegera dalam mengqadha’ lebih baik daripada mengakhirkannya, karena masuk dalam keumuman dalil yang menunjukkan untuk bersegera dalam berbuat baik dan tidak menunda-nunda, hal ini didasarkan ayat dalam Al-Qur’an (yang artinya) : “Bersegeralah kalian untuk mendapatkan ampunan dari Rabb kalian” [Ali Imran : 133]
Firman ALLAH (yang artinya) : “Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya” [Al-Mu'minuun : 61]

2. Tidak wajib berturut-turut dalam mengqadha’ karena ingin menyamakan dengan sifat penunaiannya.
Berdasarkan firman Allah pada surah Al-Baqarah ayat 185 (yang artinya) : “Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain”.
Dan Ibnu Abbas berkata : (yang artinya) : “Tidak mengapa dipisah-pisah (tidak berturut-turut)” [Dibawakan oleh Bukhari secara mu'allaq, dimashulkan oleh Abdur Razak, Daruquthni, Ibnu Abi Syaibah dengan sanad Shahih. Lihat Ta’ghliqut Ta’liq (3/186).

Abu Hurairah berkata : "Diselang-selingi kalau mau" [Lihat Irwaul Ghalil 4/95]

Adapun yang diriwayatkan Al-Baihaqi 4/259, Daruquthni 2/191-192 dari jalan Abdurrahman bin Ibrahim dari Al’Ala bin Abdurrahman dari bapaknya dan Abu Hurairah secara marfu’ “Artnya : Barangsiapa yang punya hutang puasa Ramadhan, hendaknya diqadha’ secara berturut-turut tidak boleh memisahnya” Ini adalah riwayat yang Dhaif. Daruquthni bekata : Abdurrahman bin Ibrahim Dhaif.

Al-Baihaqi berkata : Dia (Abdurrahman bin Ibrahim) di dhaifkan oleh Ma’in, Nasa’i dan Daruquthni”.

Ibnu Hajar menukilkan dalam Talkhisul Habir 2/206 dari Abi Hatim bahwa beliau mengingkari hadits ini karena Abdurrahman.

Syaikh kami Al-Albany Rahimahullah telah membuat penjelasan dhaifnya hadits ini dalam Irwa’ul Ghalil no. 943. Adapun yang terdapat dalam Silsilah Hadits Dhaif 2/137 yang terkesan bahwa beliau menghasankannya dia ruju’ dari pendapatnya.

Peringatan.
 
Kesimpulannya, tidak ada satupun hadits yang marfu’ dan shahih -menurut pengetahuan kami- yang mejelaskan keharusan memisahkan atau secara berturut-turut dalam mengqadha’, namun yang lebih mendekati kebenaran dan mudah (dan tidak memberatkan kaum muslimin, -ed) adalah dibolehkan kedua-duanya. Demikian pendapatnya Imam Ahlus Sunnah Ahmad bin Hanbal Rahimahullah. Abu Dawud berkata dalam Al-Masail-nya hal. 95 : “Aku mendengar Imam Ahmad ditanya tentang qadha’ Ramadhan” Beliau menjawab : “Kalau mau boleh dipisah, kalau mau boleh juga berturut-turut”. Wallahu ‘alam.

Oleh karena itu dibolehkannya memisahkan tidak menafikan dibolehkannya secara berturut-turut.

3. Ulama telah sepakat bahwa barangsiapa yang wafat dan punya hutang shalat, maka walinya apalagi orang lain tidak bisa mengqadha’nya.

Begitu pula orang yang tidak mampu puasa, tidak boleh dipuasakan oleh anaknya selama dia hidup, tapi dia harus mengeluarkan makanan setiap harinya untuk seorang miskin, sebagaimana yang dilakukan Anas dalam satu atsar yang kami bawakan tadi.

Namun barangsiapa yang wafat dalam keadaan mempunyai hutang nadzar puasa, harus dipuasakan oleh walinya berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Barangsiapa yang wafat dan mempunyai hutang puasa nadzar hendaknya diganti oleh walinya” [Bukhari 4/168, Muslim 1147]

Dan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata : “Datang seseorang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata : “Ya Rasulullah, sesungguhnya ibuku wafat dan dia punya hutang puasa setahun, apakah aku harus membayarnya?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Ya, hutang kepada Allah lebih berhak untuk dibayar” [Bukhari 4/168, Muslim 1148]

Hadits-hadits umum ini menegaskan disyariatkannya seorang wali untuk puasa (mempuasakan) mayit dengan seluruh macam puasa, demikian pendapat sebagian Syafi’iyah dan madzhabnya Ibnu Hazm (7/2,8).

Tetapi hadits-hadits umum ini dikhususkan, seorang wali tidak puasa untuk mayit kecuali dalam puasa nadzar, demikian pendapat Imam Ahmad seperti yang terdapat dalam Masa’il Imam Ahmad riwayat Abu Dawud hal. 96 dia berkata : Aku mendengar Ahmad bin Hambal berkata : “Tidak berpuasa atas mayit kecuali puasa nadzar”. Abu Dawud berkata, “Puasa Ramadhan ?”. Beliau menjawab, “Memberi makan”.

Inilah yang menenangkan jiwa, melapangkan dan mendinginkan hati, dikuatkan pula oleh pemahaman dalil karena memakai seluruh hadits yang ada tanpa menolak satu haditspun dengan pemahaman yang selamat khususnya hadits yang pertama. Aisyah tidak memahami hadits-hadits tersebut secara mutlak yang mencakup puasa Ramadhan dan lainnya, tetapi dia berpendapat untuk memberi makan (fidyah) sebagai pengganti orang yang tidak puasa Ramadhan, padahal beliau adalah perawi hadits tersebut, dengan dalil riwayat ‘Ammarah bahwasanya ibunya wafat dan punya hutang puasa Ramadhan kemudian dia berkata kepada Aisyah : “Apakah aku harus mengqadha’ puasanya ?” Aisyah menjawab : “Tidak, tetapi bersedekahlah untuknya, setiap harinya setengah gantang untuk setiap muslim”.

Diriwayatkan Thahawi dalam Musykilat Atsar 3/142, Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla 7/4, ini lafadz dalam Al-Muhalla, dengan sanad sahih.

Sudah disepakati bahwa rawi hadits lebih tahu makna riwayat hadits yang ia riwayatkan. Yang berpendapat seperti ini pula adalah Hibrul Ummah Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata : “Jika salah seorang dari kalian sakit di bulan Ramadhan kemudian wafat sebelum sempat puasa, dibayarkan fidyah dan tidak perlu qadha’, kalau punya hutang nadzar diqadha’ oleh walinya” Diriwayatkan Abu Dawud dengan sanad shahih dan Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla 7/7, beliau menshahihkan sanadnya.

Sudah maklum bahwa Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma adalah periwayatan hadits kedua, lebih khusus lagi beliau adalah perawi hadits yang menegaskan bahwa wali berpuasa untuk mayit puasa nadzar. Sa’ad bin Ubadah minta fatwa kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ” Ibuku wafat dan beliau punya hutang puasa nadzar?” Beliau bersabda : “Qadha’lah untuknya”. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim serta lainnya.

Perincian seperti ini sesuai dengan kaidah ushul syari’at sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul Qayyim dalam I’lamul Muwaqi’in dan ditambahkan lagi penjelasannya dalam Tahdzibu Sunan Abi Dawud 3/279-282. (Wajib) atasmu untuk membacanya karena sangat penting. Barangsiapa yang wafat dan punya hutang puasa nadzar dibolehkan diqadha’ oleh beberapa orang sesuai dengan jumlah hutangnya.

Al-Hasan berkata : “Kalau yang mempuasakannya tiga puluh orang seorangnya berpuasa satu hari diperbolehkan”[Bukhari 4/112 secara mu'allaq, dimaushulkan oleh Daruquthni dalam Kitabul Mudabbij, dishahihkan sanadnya oleh Syaikhuna Al-Albany dalam Mukhtashar Shahih Bukhari 1/58] Diperbolehkan juga memberi makan kalau walinya mengumpulkan orang miskin sesuai dengan hutangnya, kemudian mengenyangkan mereka, demikian perbuatan Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu.

Judul Asli : Shifat shaum an Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, penulis Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid. Penerbit Al Maktabah Al islamiyyah cet. Ke 5 th 1416 H. Edisi Indonesia Sifat Puasa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam oleh terbitan Pustaka Al-Mubarok (PMR), penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata. Cetakan I Jumadal Akhir 1424 H.

Penulis: Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly
Silahkan menyalin & memperbanyak artikel ini dengan mencantumkan url sumbernya.
Sumber artikel : http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=320

Selasa, 17 September 2013

( RENUNGAN ) TANGISAN RASULULLAH SAW AKAN NASIB KAUM WANITA

Syaidina Ali r.a. suatu ketika melihat Rasulullah saw menangis manakala ia datang bersama Fatimah. Lalu dia bertanya mengapa Rasulullah saw menangis. Beliau menjawab; "Pada malam aku di-isra'- kan, aku melihat perempuan-perempuan sedang disiksa dengan berbagai siksaan didalam neraka. Itulah sebabnya mengapa aku menangis. Karena menyaksikan mereka disiksa dengan sangat berat dan mengerikan. Putri Rasulullah saw kemudian menanyakan apa yang dilihat ayahandanya. "Aku lihat ada perempuan digantung rambutnya, otaknya mendidih.

Aku lihat perempuan digantung lidahnya, tangannya diikat ke belakang dan timah cair dituangkan ke dalam tengkoraknya.

Aku lihat perempuan tergantung kedua kakinya dengan terikat tangannya sampai ke ubun-ubunnya, diulurkan ular dan kalajengking.

Dan aku lihat perempuan yang memakan badannya sendiri, di bawahnya dinyalakan api neraka. Serta aku lihat perempuan yang bermuka hitam, memakan tali perutnya sendiri.

Aku lihat perempuan yang telinganya pekak dan matanya buta, dimasukkan ke dalam peti yang dibuat dari api neraka, otaknya keluar dari lubang hidung, badannya berbau busuk karena penyakit sopak dan kusta.

Aku lihat perempuan yang badannya seperti himar, beribu-ribu kesengsaraan dihadapinya. Aku lihat perempuan yang rupanya seperti anjing, sedangkan api masuk melalui mulut dan keluar dari duburnya sementara malaikat memukulnya dengan gada dari api neraka," kata Nabi saw.

Fatimah Az-Zahra kemudian menanyakan mengapa mereka disiksa seperti itu?

Rasulullah menjawab, "Wahai putriku, adapun mereka yang tergantung rambutnya hingga otaknya mendidih adalah wanita yang tidak menutup rambutnya sehingga terlihat oleh laki-laki yang bukan muhrimnya."

Perempuan yang digantung susunya adalah istri yang menyusui anak orang lain tanpa seizin suaminya.

Perempuan yang tergantung kedua kakinya ialah perempuan yang tidak taat kepada suaminya, ia keluar rumah tanpa izin suaminya, dan perempuan yang tidak mau mandi suci dari haid dan nifas.

Perempuan yang memakan badannya sendiri ialah karena ia berhias untuk lelaki yang bukan muhrimnya dan suka mengumpat orang lain.

Perempuan yang memotong badannya sendiri dengan gunting api neraka karena ia memperkenalkan dirinya kepada orang lain yang bukan muhrim dan dia bersolek supaya kecantikannya dilihat laki-laki yang bukan muhrimnya.

Perempuan yang diikat kedua kaki dan tangannya keatas ubun-ubunnya lalu ular dan kalajengking datang mengigit dan menyiksanya karena ia bisa shalat tapi tidak mengamalkannya dan tidak mau mandi junub.

Perempuan yang kepalanya seperti babi dan badannya seperti himar ialah tukang umpat dan pendusta. Perempuan yang menyerupai anjing ialah perempuan yang suka memfitnah dan membenci suami."

Mendengar itu, Sayidina Ali dan Fatimah Az-Zahra pun turut menangis. Betapa wanita itu digambarkan sebagai tiang negara, rusak tiang, maka rusak pula negara, akhlak dan moral.

Meski demikian, laki-laki yang bermaksiat kepada Allah juga tidak sedikit yang masuk neraka. Ayah-ayah yang membiarkan anak perempuanya tidak memakai kerudung dan mengumbar aurat didepan orang lain

Surga dan Neraka adalah soal pilihan. Tergantung bagaimana manusia menjalani hidupnya dialam jagad raya. kalau mau selamat, maka patuhlah kepada Al-Qur'an dan hadist, balasanya adalah surga dengan segala kenikmatan didalamnya. Kalau mau celaka dengan mendurhakai Al Qur'an dan hadist, maka Allah sudah menyediakan penjara yang sangat mengerikan, yaitu neraka dengan api dan siksaan yang sangat pedih dan tidak terbayangkan oleh manusia sebelumnya.

Dalam sebuah hadist yang diwirayatkan oleh Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw. bersabda: "Neraka diperlihatkan kepadaku. Aku melihat kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita.." (HR Ahmad)

Sumber : Yusuf Mansyur Network on Facebook

Jumat, 13 September 2013

KENALI PERTANDA RIYA ( HATI )

Tanda riya yang paling jelas adalah, dia merasa senang jika ada orang yang melihat ketaatannya. Kemudian merasa malas beribadah jika sendirian, tetapi semangat sekali beribadah jika orang banyak disekelilingnya. Berapa banyak orang yang ikhlas mengerjakan amal secara ikhlas dan tidak bermaksud riya' dan bahkan membencinya. Dengan begitu amalnya menjadi sempurna. Tapi jika ada orang-orang yang melihat dia merasa senang dan bahkan mendorong semangatnya, maka kesenangan ini dinamakan riya' yang tersembunyi. Andaikan orang-orang tidak melihatnya, maka dia tidak merasa senang.

Dari sini bisa diketahui bahwa riya' itu tersembunyi di dalam hati, seperti api yang tersembunyi di dalam batu. Jika orang-orang melihatnya, maka bisa menimbulkan kesenangannya. Kesenangan ini tidak membawanya kepada hal-hal yang dimakruhkan, tapi ia bergerak dengan gerakan yang sangat halus, lalu membangkitkannya untuk menampakkan amalnya, secara tidak langsung maupun secara langsung.

Orang-orang yang ikhlas senantiasa merasa takut terhadap riya' yang tersembunyi, yaitu yang berusaha mengecoh orang-orang dengan amalnya yang shalih, menjaga apa yang disembunyikannya dengan cara yang lebih ketat daripada orang-orang yang menyembunyikan perbuatan kejinya. Semua itu mereka lakukan karena mengharap agar diberi pahala oleh Allah pada Hari Kiamat.

Allah juga berfirman, (artinya): "Dan, Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan." (Al-Furqan: 23)

Amal yang seperti debu itu adalah amal-amal yang dilandaskan bukan kepada As-Sunnah atau dimaksudkan bukan karena Allah. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda kepada Sa'ad bin Abi Waqqash, "Sesungguhnya sekali-kali engkau tidak akan dibiarkan, hingga engkau mengerjakan suatu amal untuk mencari Wajah Allah, melainkan engkau telah menambah kebaikan, derajad dan ketinggian karenanya."

Di dalam Ash-Shahih disebutkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, dia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, (artinya): "Tiga perkara, yang hati orang mukmin tidak akan berkhianat jika ada padanya: Amal yang ikhlas karena Allah, menyampaikan nasihat kepada para waliyul-amri dan mengikuti jama'ah orang-orang Muslim karena doa mereka meliputi dari arah belakang mereka." (HR. At-Thirmidzi dan Ahmad)

Di dalam hadits qudsi yang shahih disebutkan; "Allah berfirman, 'Aku adalah yang paling tidak membutuhkan persekutuan dari sekutu-sekutu yang ada. Barangsiapa mengerjakan suatu amal, yang di dalamnya ia menyekutukan selain-Ku, maka dia menjadi milik yang dia sekutukan, dan Aku terbebas darinya'." (HR. Muslim)

Di dalam hadits lain disebutkan; "Allah berfirman pada hari kiamat, 'Pergilah lalu ambillah pahalamu dari orang yang amalanmu kamu tujukan. Kamu tidak mempunyai pahala di sisi Kami'."

Di dalam Ash-Shahih disebutkan dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak melihat tubuh kalian dan tidak pula rupa kalian, tetapi Dia melihat hati kalian." (HR. Muslim)

Banyak difinisi yang diberikan kepada kata ikhlas dan shidq, namun tujuannya sama. Ada yang berpendapat, ikhlas artinya menyendirikan Allah sebagai tujuan dalam ketaatan. Ada yang berpendapat, ikhlas artinya membersihkan perbuatan dari perhatian manusia, termasuk pula diri sendiri. Sedangkan shidq artinya menjaga amal dari perhatian diri sendiri saja. Orang yang ikhlas tidak riya' dan orang yang shidq tidak ujub. Ikhlas tidak bisa sempurna kecuali shidq, dan shidq tidak bisa sempurna kecuali dengan ikhlas, dan keduanya tidak sempurna kecuali dengan sabar.

Sehubungan dengan tempat persinggahan ikhlas ini Allah telah berfirman di dalam Al-Qur'an, (artinya):

"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus." (Al-Bayyinah: 5)

"Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al-Qur'an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik)." (Az-Zumar: 2-3)

"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya." (Al-Mulk: 2)

sumber : yusuf mansyur network on facebook

SEDEKAH (SHODAQOH) YANG UTAMA

Shadaqah adalah baik seluruhnya, namun antara satu dengan yang lain berbeda keutamaan dan nilainya, tergantung kondisi orang yang bersedekah dan kepentingan proyek atau sasaran shadaqah tersebut. Di antara shadaqah yang utama menurut Islam adalah sebagai berikut:

1. Shadaqah Sirriyah

Yaitu shadaqah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Shadaqah ini sangat utama karena lebih medekati ikhlas dan selamat dari sifat pamer. Allah subhanahu wata’ala telah berfirman :

“Jika kamu menampakkan sedekahmu, maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. 2:271)

Yang perlu kita perhatikan di dalam ayat di atas adalah, bahwa yang utama untuk disembunyikan terbatas pada shadaqah kepada fakir miskin secara khusus. Hal ini dikarenakan ada banyak jenis shadaqah yang mau tidak mau harus tampak, seperti membangun sekolah, jembatan, membuat sumur, membekali pasukan jihad dan lain sebagainya.

Di antara hikmah menyembunyikan shadaqah kepada fakir miskin adalah untuk menutup aib saudara yang miskin tersebut. Sehingga tidak tampak di kalangan manusia serta tidak diketahui kekurangan dirinya. Tidak diketahui bahwa tangannya berada di bawah, bahwa dia orang papa yang tak punya sesuatu apa pun.Ini merupakan nilai tambah tersendiri dalam ihsan terhadap orang fakir.

Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alihi wasallam memuji shadaqah sirriyah ini, memuji pelakunya dan memberitahukan bahwa dia termasuk dalam tujuh golongan yang dinaungi Allah nanti pada hari Kiamat. (Thariqul Hijratain)

2. Shadaqah Dalam Kondisi Sehat

Bersedekah dalam kondisi sehat dan kuat lebih utama daripada berwasiat ketika sudah menjelang ajal, atau ketika sudah sakit parah dan tipis harapan kesembuhannya. Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam bersabda :

"Shadaqah yang paling utama adalah engkau bershadaqah ketika dalam keadaan sehat dan bugar, ketika engkau menginginkan kekayaan melimpah dan takut fakir. Maka jangan kau tunda sehingga ketika ruh sampai tenggorokan baru kau katakan, "Untuk fulan sekian, untuk fulan sekian." (HR.al-Bukhari dan Muslim)

3. Shadaqah Setelah Kebutuhan Wajib Terpenuhi

Allah subhanahu wata’ala telah berfirman ;

“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, "Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.” (QS. 2:219)

Nabi shallallahu ‘alihi wasallam bersabda :

"Tidak ada shadaqah kecuali setelah kebutuhan (wajib) terpenuhi." Dan dalam riwayat yang lain, "Sebaik-baik shadaqah adalah jika kebutuhan yang wajib terpenuhi." (Kedua riwayat ada dalam al-Bukhari)

4. Shadaqah dengan Kemampuan Maksimal

Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alihi wasallam :

"Shadaqah yang paling utama adalah (infak) maksimal orang yang tak punya. Dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu." (HR. Abu Dawud)

Beliau juga bersabda :

"Satu dirham telah mengalahkan seratus ribu dirham." Para sahabat bertanya," Bagaimana itu (wahai Rasululullah)? Beliau menjawab, "Ada seseorang yang hanya mempunyai dua dirham lalu dia bersedakah dengan salah satu dari dua dirham itu. Dan ada seseorang yang mendatangi hartanya yang sangat melimpah ruah, lalu mengambil seratus ribu dirham dan bersedekah dengannya." (HR. an-Nasai, Shahihul Jami')

Al-Imam al-Baghawi rahimahullah berkata, "Hendaknya seseorang memilih untuk bersedekah dengan kelebihan hartanya, dan menyisakan untuk dirinya kecukupan karena khawatir terhadap fitnah fakir. Sebab boleh jadi dia akan menyesal atas apa yang dia lakukan (dengan infak seluruh atau melebihi separuh harta) sehingga merusak pahala. Shadaqah dan kecukupan hendaknya selalu eksis dalam diri manusia. Rasululllah shallallahu ‘alihi wasallam tidak mengingkari Abu Bakar radhiyallahu ‘anhuyang keluar dengan seluruh hartanya, karena Nabi tahu persis kuatnya keyakinan Abu Bakar dan kebenaran tawakkalnya, sehingga beliau tidak khawatir fitnah itu menimpanya sebagaimana Nabi khawatir terhadap selain Abu Bakar. Bersedekah dalam kondisi keluarga sangat butuh dan kekurangan, atau dalam keadaan menanggung banyak hutang bukanlah sesuatu yang dikehendaki dari sedekah itu. Karena membayar hutang dan memberi nafkah keluarga atau diri sendiri yang memang butuh adalah lebih utama. Kecuali jika memang dirinya sanggup untuk bersabar dan membiarkan dirinya mengalah meski sebenarnya membutuhkan sebagaimana yang dilakukan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu dan juga itsar (mendahulukan orang lain) yang dilakukan kaum Anshar terhadap kaum Muhajirin.” (Syarhus Sunnah)

5. Menafkahi Anak Istri

Berkenaan dengan ini Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam bersabda :

"Seseorang apabila menafkahi keluarganya dengan mengharapkan pahalanya maka dia mendapatkan pahala sedekah." ( HR. al-Bukhari dan Muslim)

Beliau juga bersabda :

"Ada empat dinar; Satu dinar engkau berikan kepada orang miskin, satu dinar engkau berikan untuk memerdekakan budak, satu dinar engkau infakkan fi sabilillah, satu dinar engkau belanjakan untuk keluargamu. Dinar yang paling utama adalah yang engkau nafkahkan untuk keluargamu." (HR. Muslim).

6. Bersedekah Kepada Kerabat

Diriwayatkan bahwa Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu memiliki kebun kurma yang sangat indah dan sangat dia cintai, namanya Bairuha'. Ketika turun ayat :

"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai." (QS. 3:92)

Maka Abu Thalhah mendatangi Rasulullah dan mengatakan bahwa Bairuha' diserahkan kepada beliau, untuk dimanfaatkan sesuai kehendak beliau. Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam menyarankan agar ia dibagikan kepada kerabatnya. Maka Abu Thalhah melakukan apa yang disarankan Nabi tersebut dan membaginya untuk kerabat dan keponakannya.(HR. al-Bukhari dan Muslim)

Nabi shallallahu ‘alihi wasallam juga bersabda :

"Bersedakah kepada orang miskin adalah sedekah (saja), sedangkan jika kepada kerabat maka ada dua (kebaikan), sedekah dan silaturrahim." (HR. Ahmad, an-Nasa'i, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Secara lebih khusus, setelah menafkahi keluarga yang menjadi tanggungan, adalah memberikan nafkah kepada dua kelompok, yaitu:
  • Anak yatim yang masih ada hubungan kerabat, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala,
    ”(Yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan, (kepada) anak yatim yang masih ada hubungan kerabat, atau orang miskin yang sangat fakir.” (QS. 90:13-16)
  • Kerabat yang memendam permusuhan, sebagaimana sabda Nabi,
    "Shadaqah yang paling utama adalah kepada kerabat yang memendam permusuhan.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan at-Tirmidzai, Shahihul jami')
7. Bersedekah Kepada Tetangga

Allah subhanahu wata’ala berfirman di dalam surat an-Nisa' ayat 36, di antaranya berisikan perintah agar berbuat baik kepada tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh. Dan Nabi juga telah bersabda memberikan wasiat kepada Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu :

"Jika engkau memasak sop maka perbanyaklah kuahnya, lalu bagilah sebagiannya kepada tetanggamu." (HR. Muslim)

8. Bersedekah Kepada Teman di Jalan Allah.

Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam bersabda :

"Dinar yang paling utama adalah dinar yang dinafkahkan seseorang untuk keluarganya, dinar yang dinafkahkan seseorang untuk kendaraannya (yang digunakan) di jalan Allah dan dinar yang diinfakkan seseorang kepada temannya fi sabilillah Azza wa Jalla." (HR. Muslim)

9. Berinfak Untuk Perjuangan (Jihad) di Jalam Allah

Amat banyak firman Allah subhanahu wata’ala yang menjelaskan masalah ini, di antaranya :

“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwa pada jalan Allah.” (QS. 9:41)

Dan juga firman Allah subhanahu wata’ala :

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. 49:15)

Di dalam sebuah hadits, Nabi shallallahu ‘alihi wasallam bersabda :

"Barang siapa mempersiapkan (membekali dan mempersenjatai) seorang yang berperang maka dia telah ikut berperang." (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Namun perlu diketahui bahwa bersedekah untuk kepentingan jihad yang utama adalah dalam waktu yang memang dibutuhkan dan mendesak, sebagaimana yang terjadi pada sebagian negri kaum Muslimin. Ada pun dalam kondisi mencukupi dan kaum Muslimin dalam kemenangan maka itu juga baik akan tetapi tidak seutama dibanding kondisi yang pertama.

10. Shadaqah Jariyah

Yaitu shadaqah yang pahalanya terus mengalir meskipun orang yang bersedekah telah meninggal dunia. Nabi shallallahu ‘alihi wasallam bersabda :

"Jika manusia meninggal dunia maka putuslah amalnya kecuali tiga hal; Shadaqah jariyah, ilmu yang diambil manfaat dan anak shalih yang mendoakannya." (HR. Muslim).

Di antara yang termasuk proyek shadaqah jariyah adalah pembangunan masjid, madrasah, pengadaan sarana air bersih dan proyek-proyek lain yang dimanfaatkan secara berkelanjutan oleh masyarakat.

Sumber: Buletin “Ash-Shadaqah fadhailuha wa anwa’uha”, Ali bin Muhammad al-Dihami.
(Menjadi Pribadi Yang Bermanfaat on Facebook)

Kamis, 12 September 2013

RAHASIA DO'A YANG PALING BAIK DAN PALING UTAMA


Manusia memiliki fitrah cinta harta, anak, istri, dan kenikmatan hidup dunia. Jika bisa memilih, manusia lebih senang bergelimang harta, anak, dan istri daripada hidup miskin, banyak hutang, dan kesusahan. Islam sendiri memperbolehkan umatnya untuk memohon kepada Allah banyak harta, anak, istri, dan kenikmatan hidup duniawi lainnya.Nabi SAW sendiri pernah mendoakan para sahabat agar dikaruniai banyak anak, kekayaan, panjang umur, banyak ilmu, dan kenikmatan hidup dunia maupun akhirat lainnya. Nabi SAW juga memohon kepada Allah SWT kemenangan dalam peperangan-peperangan yang beliau terjuni. Beliau SAW juga memohon banyak perkara dunia dan akhirat, dan hal itu disebutkan dalam hadits-hadits shahih.
Doa agar dikaruniai banyak harta dan anak adalah hal yang disyariatkan dalam Islam. Sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih:

عَنْ أَنَسٍ قَالَ : (( دَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْنَا وَمَا هُوَ إِلا أَنَا وَأُمِّي وَأُمُّ حَرَامٍ خَالَتِي فَقَالَ : قُومُوا فَلأُصَلِّيَ بِكُمْ ، فِي غَيْرِ وَقْتِ صَلاةٍ ، فَصَلَّى بِنَا ، ثُمَّ دَعَا لَنَا أَهْلَ الْبَيْتِ بِكُلِّ خَيْرٍ مِنْ خَيْرِ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ ، فَقَالَتْ أُمِّي : يَا رَسُولَ اللَّهِ خُوَيْدِمُكَ ادْعُ اللَّهَ لَهُ ، قَالَ : فَدَعَا لِي بِكُلِّ خَيْرٍ وَكَانَ فِي آخِرِ مَا دَعَا لِي بِهِ أَنْ قَالَ : اللَّهُمَّ أَكْثِرْ مَالَهُ وَوَلَدَهُ وَبَارِكْ لَهُ فِيهِ ))
Dari Anas bin Malik RA berkata: “Nabi SAW mengunjungi rumah kami, dan saat itu yang berada di rumah hanyalah saya, ibuku, dan bibiku Ummu Haram. Beliau SAW bersabda: “Shalatlah kalian, aku akan memimpin kalian shalat!” Saat itu bukanlah waktu untuk melaksanakan shalat wajib. Maka beliau mengimami kami (shalat sunah), kemudian beliau mendoakan untuk kami sekeluarga seluruh kebaikan di dunia dan akhirat.
Ibuku berkata: “Wahai Rasulullah, pembantu cilikmu ini, berdoalah kepada Allah untuk kebaikannya!” Maka Nabi SAW mendoakan untukku semua bentuk kebaikan. Di akhir doanya, beliau SAW berdoa: “Ya Allah, perbanyaklah hartanya dan anaknya, dan berkahilah untuknya!” (HR. Bukhari no, 6203, Muslim no. 1055, Tirmidzi no. 217, Nasai no. 859, dan Abu Daud no. 517)

Berdoa agar dijadikan orang yang banyak ilmu juga disyariatkan dalam Islam. Sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : (( ضَمَّنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ اللَّهُمَّ عَلِّمْهُ الْكِتَابَ ))
Dari Ibnu Abbas RA berkata: “Rasulullah SAW merangkul saya dan berdoa ‘Ya Allah, ajarkanlah kepadanya Al-Kitab (Al-Qur’an).” (HR. Bukhari no. 75, Muslim no. 4526, dan Tirmidzi no. 3760)

Berdoa agar mata pencahariannya diberkahi juga disyariatkan dalam Islam. Sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : (( اللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمْ فِي مِكْيَالِهِمْ وَبَارِكْ لَهُمْ فِي صَاعِهِمْ وَمُدِّهِمْ يَعْنِي أَهْلَ الْمَدِينَةِ ))
Dari Anas bin Malik RA bahwasanya Rasulullah SAW berdoa: “Ya Allah, berkahilah bagi penduduk Madinah timbangan mereka! Berkahilah bagi penduduk Madinah sha’ (takaran sebanyak empat tangkupan dua telapak tangan orang dewasa, sekitar 2,5 kg) dan mud (takaran sebanyak tangkupan dua telapak tangan orang dewasa, sekitar 6 ons) mereka!” (HR. Bukhari no. 2130)

Dalam hadits shahih juga disebutkan kebolehan mengharapkan panjang umur dan kelapangan rizki:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : (( مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ ))
Dari Anas bin Malik RA berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa senang apabila rizkinya dilapangkan dan usianya dipanjangkan, maka hendaklah ia menyambung tali kekerabatan.” (HR. Bukhari no. 2067, Muslim no. 4638, dan Abu Daud no. 1443)

***

Sekalipun seorang muslim boleh berdoa kepada Allah SWT agar dikaruniai banyak harta, anak, istri, suami, dan kenikmatan hidup duniawi lainnya; Islam juga mengajarkan kepada umatnya untuk memohon kepada Allah SWT permohonan yang lebih utama dan mulia daripada semua kenikmatan duniawi tersebut. Sebagaimana dijelaskan oleh hadits yang shahih:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ : (( قَالَتْ أُمُّ حَبِيبَةَ زَوْجُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : "اللَّهُمَّ أَمْتِعْنِي بِزَوْجِي رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَبِأَبِي أَبِي سُفْيَانَ ، وَبِأَخِي مُعَاوِيَةَ" ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَدْ سَأَلْتِ اللَّهَ لآجَالٍ مَضْرُوبَةٍ ، وَأَيَّامٍ مَعْدُودَةٍ ، وَأَرْزَاقٍ مَقْسُومَةٍ ، لَنْ يُعَجِّلَ شَيْئًا قَبْلَ حِلِّهِ ، أَوْ يُؤَخِّرَ شَيْئًا عَنْ حِلِّهِ ، وَلَوْ كُنْتِ سَأَلْتِ اللَّهَ أَنْ يُعِيذَكِ مِنْ عَذَابٍ فِي النَّارِ أَوْ عَذَابٍ فِي الْقَبْرِ كَانَ خَيْرًا وَأَفْضَلَ ))
Dari Abdullah bin Mas’ud RA berkata: “Ummu Habibah RA istri Nabi SAW pernah berdoa: “Ya Allah, berilah aku kebahagiaan dengan suamiku Rasulullah SAW, bapakku Abu Sufyan, dan saudaraku Mu’awiyah.” Maka Nabi SAW menegurnya: “Engkau telah memohon kepada Allah waktu-waktu (usia) yang telah ditetapkan, hari-hari yang telah ditentukan, dan rizki-rizki yang telah dibagi. Allah SWT sekali-kali tidak akan menyegerakan sesuatu hal sebelum waktunya tiba dan Allah sekali-kali tidak akan menunda sesuatu jika telah tiba waktunya yang telah ditetapkan. Jika engkau meminta kepada Allah SWT agar Allah melindungimu dari adzab neraka atau adzab kubur, maka hal itu lebih baik dan lebih utama bagimu.”
(HR. Muslim no. 4814 dan Ahmad no. 3517)

Nabi SAW mengutamakan untuk dirinya sendiri dan anggota keluarganya kebaikan akhirat atas kebaikan duniawi, meskipun memohon kedua kebaikan tersebut sama-sama disyariatkan dalam Islam. Apalah nilainya banyak harta, anak, istri, dan fasilitas hidup duniawi lainnya jika di akhirat tidak selamat dari adzab kubur dan adzab neraka? Jika selamat dari adzab kubur dan adzab neraka, niscaya semua kesusahan hidup di dunia tidak akan ada rasanya sedikit pun di akhirat. Semuanya terasa ringan, bahkan tidak terasa dan teringat sedikit pun.
Di sinilah rahasia kebahagiaan hidup yang sesungguhnya. Oleh karenanya, Nabi SAW menasehati istrinya bahwa selamat di alam kubur dan alam akhirat itu ‘lebih utama dan lebih baik’ dari nikmat suami yang shalih (sekalipun suami itu Rasulullah SAW, makhluk yang paling mulia dan dicintai oleh Allah SWT), orang tua yang shalih, dan saudara kandung yang shalih.
Dalam hadits shahih dijelaskan bahwa ketika istri-istri Nabi SAW meminta tambahan uang belanja dapur, Nabi SAW memberi sanksi mereka dengan tidur di ‘ruang sekretariat’ masjid selama satu bulan penuh, tanpa tidur di rumah para istri beliau. Hal itu sampai menimbulkan rumor bahwa Nabi SAW menceraikan istri-istri beliau. Untuk memastikan kebenaran berita tersebut, sahabat Umar bin Khathab RA meminta izin untuk menemui Nabi SAW. Umar RA bercerita:
“Saya masuk ke ruangan Rasulullah SAW. Beliau saat itu sedang berbaring di atas sebuah tikar, maka saya duduk. Beliau merapatkan syal beliau, dan beliau tidak mengenakan selimut apapun selain syal tersebut. Ternyata anyaman tikar itu membekas pada lambung beliau. Pandangan mataku tertuju kepada lemari Rasulullah SAW. Di dalam lemari itu saya hanya mendapati tepung gandum sebanyak kira-kira satu sha’. Di pojok ruangan, saya juga melihat tepung gandum dalam bakul anyaman daun. Ada juga kulit yang telah disamak, digantung di dinding. Maka meneteslah air mataku.
Rasulullah SAW bertanya, “Kenapa engkau menanggis, wahai Ibnu Khathab?” Aku menjawab, “Wahai nabi Allah, bagaimana saya tidak menangis sedangkan anyaman tikar ini membekas di kulit Anda. Di lemari Anda, saya hanya melihat tepung gandum ini. Padahal Kaisar Romawwi dan Kisra Persia hidup bergelimang buah-buahan dan sungai-sungai. Anda adalah Rasul Allah dan makhluk pilihan-Nya, namun lemari Anda seperti ini.”
Maka Rasulullah SAW menjawab,
يَا ابْنَ الْخَطَّابِ أَلا تَرْضَى أَنْ تَكُونَ لَنَا الآخِرَةُ وَلَهُمْ الدُّنْيَا ، قُلْتُ : بَلَى
”Wahai Ibnu Khathab, apakah engkau tidak rela jika bagian kita adalah kenikmatan akhirat dan bagian mereka adalah kenikmatan dunia?”
Saya menjawab, “Tentu saya rela.” (HR. Muslim no. 2704, juga diriwayatkan oleh Bukhari dan lain-lain dengan lafal yang mirip)
Dalam hadits yang lain dijelaskan:


وعَنْ عَائِشَة رضي الله عنها قالت : (( دَخَلَتْ عَلَيَّ اِمْرَأَة فَرَأَتْ فِرَاش النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَبَاءَة مَثْنِيَّة ، فَبَعَثَتْ إِلَيَّ بِفِرَاشٍ حَشْوه صُوف ، فَدَخَلَ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَآهُ فَقَالَ : رُدِّيهِ يَا عَائِشَة ، وَاَللَّه لَوْ شِئْتُ أَجْرَى اللَّه مَعِي جِبَال الذَّهَب وَالْفِضَّة ))
Dari Aisyah RA berkata: “Seorang wanita bertamu ke rumahku, maka ia melihat kasur Rasulullah SAW terbuat dari kain yang dibelah dua. Maka ia mengirimkan kepadaku sebuah kasur yang berisikan bulu domba. Suatu ketika Rasulullah SAW masuk ke rumahku dan melihat kasur hadiah yang empuk tersebut, maka beliau SAW bersabda: “Kembalikanlah kasur empuk itu, wahai Aisyah. Demi Allah, jika aku mau, niscaya Allah akan menggelontorkan kepadaku gunung emas dan perak.” (HR. Al-Baihaqi dalam Dalail an-Nubuwah dan Abu Syaikh dalam ats-Tsawab. Hadits ini dinyatakan hasan oleh syaikh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib. Hadits ini memiliki banyak hadits penguat dengan lafal yang mirip)

Saudaraku yang tercinta, muslimin dan muslimat…
Jika Anda memohon kepada Allah SWT limpahan nikmat berupa kelapangan harta, anak shalih, istri shalihat atau suami shalih, kesehatan, kepandaian, dan beragam kenikmatan duniawi lainnya…
Janganlah Anda lupa untuk memohon kepada Allah SWT nikmat yang lebih agung dan lebih utama…
Itulah nikmat akhirat, yaitu keselamatan dari siksa kubur dan siksa neraka….
Semoga Allah SWT menyelamatkan kita semua dari kedua siksa akhirat tersebut.

Wallahu a’lam bish-shawab

 Muhib Al-Majdi
Diolah dari kitab Ad-Du’a karya syaikh Muhammad Sa’ad Abdud Daim hafizhahullah
(muhib al-majdi/arrahmah.com)

Rabu, 11 September 2013

MENCARI JAWABAN LEWAT SHOLAT ISTIKHARAH



Adalah tabiat manusia manakala dihadapkan pada dua pilihan atau lebih yang sangat sulit atau di luar kemampuan analisanya untuk memilih, maka ia cenderung meminta pertolongan dari kekuatan supra natural atau mencari tanda-tanda dari alam dalam menentukan pilihannya.
Ketika datang Islam, kebiasaan itu diluruskan dengan diajarkannya shalat Istikharah. Istikharah artinya meminta pilihan. Sholat istikharah adalah shalat untuk meminta pilihan kepada Allah.

Manusia adalah makluq yang dengan kesempurnaannya tetap memiliki kekurangan, terutama dalam menentukan pilihan yang di luar kemampuan analisanya. Ia tidak mampu melihat kegaiban masa depan apakah itu baik atau buruk nantinya. Inilah hikmah dari disunnahkannya Istikharah, agar manusia tetap menjalin hubungan dengan Tuhannya saat akan menentukan pilihan, meminta pertolonganNya agar ia bisa memilih dengan baik dan tepat. Allah berfirman:”Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-sekali tidak ada pilihan bagi mereka (apabila Allah telah menentukan). Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan. Dan Tuhamnu mengetahui apa yang disembunyikan dalam dada mereka dan apa yang mereka nyatakan. Dan Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, bagiNyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagiNyalah segala penentuan dan hanya kepadaNyalah kami dikembalikan (al-Qasas 68-70).
Hukum Istikharah
Para ulama sepakat mengatakan bahwa shalat istikharah hukumnya sunnah pada saat seorang muslim dihadapkan pada permasalahan yang memerlukan keputusan untuk memilih.
Dalil Shalat Istikharah
Dalil shalat Istikharah adalah sbb:
1. عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما قال: ( كان رسول الله ( يعلمنا الاستخارة في الأمور كلها كما يعلمنا السورة من القرآن، يقول: (إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالْأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلْ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَا أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ اللَّهُمَّ فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ هَذَا الْأَمْرَ ثُمَّ تُسَمِّيهِ بِعَيْنِهِ خَيْرًا لِي فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ قَالَ أَوْ فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ اللَّهُمَّ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّهُ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ رَضِّنِي بِهِ)
Artinya: Dari Jabir bin Abdullah r.a. berkata: Rasulullah saw mengajarkan kepada kami istiharah pada semua perkara sebagaimana beliau mengajarkan al-Quran. Beliau bersabda:”Apabila salah satu dari kalian dihadapkan pada permasalahan maka hendaknya ia shalat dua rakaat selain shalat fardlu, kemudian hendaknya ia berdoa (artinya) Ya Allah sesungguhnya aku meminta pilihanMu dengan ilmuMu, dan meminta keputusan dengan ketentuanMu, Aku meminta kemurahanMu, sesungguhnya Engkaulah yang menentukan dan aku tidak ada daya untuk menentukan, Engkaulah yang mengetahui dan aku tidaklah tahu apa-apa, Engkaulah yang Maha Mengetahui perkara gaib. Ya Allah sekiranya Engkau mengetahui bahwa perkara ini (lalu menyebutkan masalahnya) adalah baik bagiku saat ini dan di waktu yang akan datang, atau baik bagi agamaku dan kehidupanku serta masa depanku maka tentukanlah itu untukku dan mudahkanlah ia bagiku lalu berkatilah. Ya Allah apabila Engkau mengetahui bahwa perkara itu buruk bagiku untuk agamaku dan kehidupanku dan masa depan perkaraku, atau bagi urusanku saat ini dan di masa mendatang, maka jauhkanlah ia dariku dan tentukanlah bagiku perkara yang lebih baik darinya, apapun yang terjadi, lalu ridlailah ia untukku”. (h.r. Ahmad, Bukhari dan Ashabussunan).
2. Dalil lain shalat Istikharah adalah hadist riwayat Muslim yang menceritakan pada saat Zainab ra akan dipersunting leh Rasulullah saw, beliau menjawab “Aku belum bisa memberi jawaban hingga aku melakukan istikharah kepada Tuhanku. Lalu beliau memasuki tempat shalatnya dan turunlah al-Qur’an.
Tatacara Shalat Istikharah
Para ulama menjelaskan bahwa tatacara shalat istikharah adalah seperti sholat sunnah biasa, dijalankan dalam dua rakaat. Tidak ada waktu khusus untuk melaksanakannya, namun shalat istikharah disunnah serta merta saat seseorang menghadapi masalah. Imam Nawawi, Ibnu Hajar dan Imam Iraqi mengatakan, sah melaksanakan istikharah yang dibarengkan dengan sholat sunnah lainnya asalkan dengan niat. Misalkan seseorang hendak melaksanakan sholat sunnah rawatib lalu ia juga niat untuk istikharah maka itu sah. (Fathul Bari 11/221).
Selesai melaksakan shalat lalu membaca doa di atas. Tidak ada bacaan khusus atau surat khusus dalam shalat Istikharah. Beberapa refrensi menyebutkan ada raka'at pertama, setelah membaca al-Fatihah disunatkan membaca surat al-Kaafiruun, dan pada raka'at kedua (setelah al-Fatihah) membaca surat al-Ikhlas. Itu mengikuti shalat hajat karena Istikharah termasuk shalat hajat. Begitu juga diperbolehkan mengulang-ulang shalat Istikharah karena itu termasuk doa dan dalam beberapa riwayat Rasulullah saw mengulang doa terkadang sampai tiga kali.
Bagi yang berhalangan melaksanakan shalat, misalnya perempuan yang sedang datang bulan, maka diperbolehkan baginya untuk hanya membaca doa Istikharah.
Dalam Istikharah siapakah yang memilih?
Allah memberi kita karunia akal dan nalar yang bebas. Dengan akal dan nalar kita bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk dan dengan akal dan nalar tersebut kita mempunyai kemampuan untuk menganalisa dan menentukan pilihan dalam perkara dunia.
Selain itu banyak petunjuk agama yang mengajarkan kepada manusia bagaimana menentukan perkara apakah itu baik atau buruk. Rasulullah saw bersabda “الْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ وَاطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي الْقَلْبِ وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ” artinya: kebaikan adalah apa yang membuat hati tenang dan mejadikan nafsu tenang, keburukan adalah apa yang membuat hati gelisah dan menimbulkan keraguan” (h.r. Ahmad dll.)
Dalam masalah jodoh, Rasulullah saw bersabda “تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ” artinya: seorang perempuan dinikahi karena empat perkara, yaitu karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya, dan agamanya. Carilah yang mempunyai agama niscaya kamu beruntung” (h.r. Muslim dll).
Kedua hadist tersebut menunjukkan bahwa memilih adalah pekerjaan manusia. Agama memberikan petunjuk rambu-rambu untuk memilih dengan baik.
Rasulullah saw juga mencontohkan dalam sebuah hadist “مَا خُيِّرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَمْرَيْنِ أَحَدُهُمَا أَيْسَرُ مِنْ الْآخَرِ إِلَّا اخْتَارَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَكُنْ إِثْمًا فَإِنْ كَانَ إِثْمًا كَانَ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنْهُ” artinya: Rasulullah saw ketika dihadapkan dua pilihan, beliau selalu memilih yang termudah selama itu tidak mengandung dosa, apabila itu mengandung dosa maka beliau menjauhinya” (h.r. Muslim dll). Beliau pun ketika memilih sesuatu menggunakan analisa dan nalar beliau, namun selalu mengutamakan yang mudah.
Begitu juga ketika seorang hamba dihadapkan kepada dua pilihan yang sulit dan kemudian dia melaksanakan shalat istikharah sesuai ajaran Rasulullah, tidak berarti ia lantas menyuruh Allah memilihkan pilihannya dan ia hanya cukup berdoa saja dan menunggu petunjuk dan berpangku tangan. Itu adalah anggapan yang kurang tepat.
Ilustrasinya sbb: ketika kita seorang mahasiswa atau murid memasuki ruang ujian biasanya kita selalu berdoa agar bisa mengerjakan dengan baik dan memilih jawaban dengan tepat. Apakah mengerjakan ujian dan memilih jawaban tersebut cukup dengan doa tadi? Tentu tidak. Jawaban ujian dan memilih jawaban ujian hanya bisa dilakukan melalui belajar sebelumnya, sedangkan fungsi dia adalah agar ketika mengerjakan ujian dan memilih jawaban tersebut kita diberi kekuatan dan kemampuan sehingga bisa mengerjakan dengan tepat. Begitu juga sholat istikharah adalah doa agar dalam kita memilih, kita diberikan kekuatan oleh Allah dan tidak salah pilih, namun pekerjaan memilih itu sendiri harus kita lakukan dengan baik melalui analisa, kajian, penyelidikan, musyawarah dll. Setelah proses tersebut kita matangkan, maka dengan disertai doa yaitu shalat istikharah mudah-mudahan pilihan kita tidak salah.
Yang lebih salah lagi, manakala pilihan itu ternyata kurang sesuai dengan yang diharapkan, ia mulai menyalahkan istikharahnya atau naudzubillah kalau sampai menyalahkan Tuhannya.
Pada masalah apa kita disunnahkan shalat istikharah?
Sebenarnya shalat istikharah disunnahkan ketika kita menghadapi pilihan perkara yang halal, seperti pekerjaan, pernikahan, perdagangan dll. Itu yang seharusnya dilaksanakan oleh seorang hamba. Rasulullah saw bersabda “من سعادة ابن آدم استخارته إلى الله ، ومن شقاوة ابن آدم تركه استخارة الله” artinya: termasuk kemuliaan bani Adam adalah ia mau beristikharah kepada Allah, dan termasuk kedurhakaannya adalah manakala ia tidak mau beristikharah kepada Allah” (h.r. Hakim).
Dalam hadist shalat istikharah di atas juga disebutkan “Rasulullah saw mengajarkan istikharah kepada kami dalam semua perkara”. Ini menunjukkan pentingnya istikharah dalam semua perkara yang kita hadapi. Maka sebaiknya kita sering melaksanakan shalat ini manakala menghadapi semua masalah dunia. Dan kurang tepat kiranya kalau kita melaksanakan shalat istkhoroh hanya ketika hendak menikah.
Ibnu Hajar menuqil ungkapan Abu Jumrah mengatakan bahwa shalat Istikharah tidak dilakukan untuk perkara wajib dan sunnah. Begitu juga istikharah tidak dilakukan untuk memilih perkara makruh dan haram. Kecuali apalagi terjadi dilema anatara dua perkara wajib atau sunnah, misalnya seseorang yang mampu melaksanakan ibadah Haji, ia beristikharah apakah berangkat tahun ini atau tahun depan.
Jawaban istikharah
Tidak ada dalil yang menunjukkan tanda-tanda jawaban dari shalat istikharah. Ini memperkuat uraian di atas bahwa yang memilih adalah kita, bukan Allah memilihkan kita, tetapi kita berdoa agar Allah memberikan kekuatan kita dalam memilih.
Ulama besar Syafii, Iz bin Abdussalam mengatakan setelah istikharah seorang hamba hendaknya mengambil keputusan yang diyakininya dengan pasti. Ulama lain Kamaluddin Zamlakani mengatakan selesai shalat istikharah hendaknya seseorang mengambil keputusan yang sesuai keyakinannya, baik itu sesuai dengan bisikan hatinya atau tidak, karena kebaikan adalah pada apa yang ia yakini, bukan dari apa yang cocok di hatinya. Bisikan hati kadang dipengaruhi oleh perasaan subyektif dan tidak ada dalil yang menyatakan seperti itu. Imam Qurtubi juga mengatakan hal yang sama dan menambahkan hendaknya hatinya dibersihkan dari hal-hal yang mempengaruhinya. Ibnu Hajar juga mengatakan bahwa sebaiknya tidak mengikuti kecenderungan hati karena biasanya itu dipengaruhi oleh hal lain sebelum melaksanakan shalat istkharah.
Itu benar, misalnya seseorang yang sudah dirundung rasa cinta mendalam terhadap seseorang, mana mungkin ketika dia istikharah akan mendapatkan jawaban untuk tidak memilihnya.
Setelah memilih dengan analisa dan pertimbangannya yang matang, hendaknya juga diikuti sikap tawakkal, bahwa itu mudah-mudahan pilihan yang tepat dan mudah-mudahan Allah akan memudahkan semuanya.
Banyak orang menanti jawaban istikharah melalui mimpi, atau melalui membuka Quran secara acak lalu mencoba mencari jawabannya melalui ayat yang tak sengaja terbuka, atau dengan butiran-butiran tasbih dan lain-lain. Itu semua tidak mempunyai landasan dalil dan hadist.
Disusun oleh Ustadz Muhammad Niam
sumber : PesantrenVirtual.com